jpnn.com, JAKARTA - Worldcoin sebuah proyek kripto yang salah satu pendirinya adalah bos ChatGPT, Sam Altman, menuai kontroversi di banyak negara.
Hal ini karena proyek mata uang kripto yang melakukan id biometrik dan dompet digital, khususnya scanning mata.
BACA JUGA: Proyek Worldcoin Picu Kekhawatiran Privasi, Ini Penyebabnya
Worldcoin melakukan verifikasi identitas pengguna dengan metode proof-of-personhood (PoP). Metode ini melibatkan scanning mata menggunakan perangkat bernama The Orb.
Inggris, Kenya, dan Jerman, menyebut teknologi biometrik Worldcoin, diciptakan untuk mencuri data penggunanya.
BACA JUGA: Dampak Fatwa MUI Soal Mata Uang Kripto Terhadap Kalangan Investor Muslim di Indonesia
Karenanya, pemerintah perlu mewaspadai keberadaan uang kripto, terutama Worldcoin yang popularitasnya makin meningkat di Indonesia.
“Makin meluasnya penggunaan mata uang kripto sebagai alternatif pembayaran digital dan investasi harus diantisipasi oleh Bank Indonesia, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi),” kata Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, belum lama ini.
BACA JUGA: Investasi Uang Kripto Berkembang Pesat, Regulatornya Tak Kompak
Said menyebutkan, Indonesia ke depan akan menghadapi banyak tantangan yang tidak mudah. Salah satunya, investasi uang kripto yang makin digemari masyarakat.
Dengan makin berkembangnya teknologi artificial inteligence (AI), Worldcoin menyediakan cara mudah bagi setiap orang untuk memverifikasi bahwa mereka adalah manusia sungguhan, bukan bot atau algoritma AI.
Namun, semua kemudahan ini juga menyisakan sejumlah masalah, misalnya cara verifikasi identitas dengan The Orb.
Worldcoin menggunakan bola pengimbasan iris untuk menangkap dan mengesahkan data biometrik unik individu.
Sejumlah negara menunding cara verifikasi ini berisiko membocorkan data pengguna dan juga risiko kesehatan.
Sebagai contoh, Pemerintah Kenya yang menuding Worldcoin melakukan penipuan dengan mengumpulkan data dari masyarakat di negara berkembang.
Menteri Kesehatan Kenya, Susan Nakhumicha Wafula menyebut teknologi pengimbasan iris berpotensi membuat rakyatnya terpapar risiko kesehatan.
Tak hanya dikritik oleh negara-negara berkembang, negara-negara maju di Eropa seperti Jerman dan Inggris juga melakukan pengawasan terhadap Worldcoin.
"Kami mencatat peluncuran Worldcoin di Inggris dan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut," kata juru bicara Kantor Komisi Informasi Inggris, dilansir Yahoo Finance, Jumat (28/7).
Di Jerman, sejak November 2022, Pengawasan Perlindungan Data (BayLDA) Jerman telah memulai penyelidikan terhadap aktivitas Worldcoin. Pimpinan BayLDA, Michael Will menilai teknologi Worldcoin berpotensi disalahgunakan untuk mengirimkan informasi keuangan dan menimbulkan risiko bagi penggunanya.
Dengan popularitas Worldcoin makin meningkat di Indoneisa, maka sebaiknya lembaga dan kementerian yang terkait memperkuat pengawasan dan terus menyempurnakan kebijakan demi menjaga keamanan kripto. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad