jpnn.com - Wisata Wae Rebo dan Liang Bua tentu sangat familier bagi wisatawan yang berkunjung ke Ruteng, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Akhirnya, saya memilih jujukan pertama adalah persawahan jaring laba-laba di Desa Cancar.
Untuk menuju ke Cancar, kita harus melewati jalan Trans-Flores, kembali menuju arah Labuan Bajo.
BACA JUGA: Operasi Rekonstruksi Rochman Sukses, Giliran Rochim Pekan Depan
Perjalanan dari Ruteng ke Desa Cancar sekitar 1–2 jam. Ketika menuju Cancar, cuaca sedang tidak bersahabat.
Di tengah-tengah perjalanan, turun hujan begitu lebat. Setelah menunggu beberapa saat di rumah warga hingga hujan reda, perjalanan ke Cancar dengan menumpang ojek dimulai lagi.
BACA JUGA: 4 Lokasi Wisata Ikonik Manggarai Raya yang Wajib Dikunjungi
Perlu usaha ekstra untuk melihat lodok bak jaring laba-laba itu. Yakni, harus naik ke bukit dengan menyusuri anak tangga hingga jalan tanah setapak yang dipenuhi semak belukar. Jika dilihat dari jalan raya desa, sawah itu terlihat seperti sawah pada umumnya.
Setelah mendaki bukit sekitar 100 meter, baru terlihat keelokan lodok Desa Cancar. Garis pematang sawahnya benar-benar seperti gambar jaring laba-laba raksasa. Sawah yang aslinya berbentuk lingkaran itu diiris garis pematang sawah berbentuk segi tiga, lalu menjadi seperti jaring laba-laba.
BACA JUGA: Operasi Rekonstruksi Kembar Siam Rochman Berjalan Sukses
Ketika saya sampai di lodok Cancar, sedang berlangsung masa transisi dari musim panen ke musim tanam. Dari atas terlihat ada petak sawah yang akan dipanen, sudah dipanen, dan ada pula yang dipakai untuk menyemai bibit padi.
Kondisi itu membuat warna petak sawah tidak beraturan. Ada yang kuning, cokelat, dan hijau muda.
Alo Abar, penduduk asli Desa Cancar, menuturkan, waktu yang tepat melihat keindahan sawah jaring laba-laba tersebut antara Agustus dan September. Sebab, pada waktu itu, padi sedang hijau-hijaunya. Beberapa bulan kemudian, padi mulai menguning, lalu siap dipanen.
Pria 62 tahun itu menuturkan, sawah model jaring laba-laba ditemukan sekitar 1940-an. Saat ini lodok terbesar bernama lodok Pong Ndrung. Luas lodok itu mencapai 6 hektare dan dimiliki 50–60 orang. ’’Mereka semua itu satu keturunan,’’ jelas dia.
Alo menuturkan, nama lain lodok adalah lingko. Pecahan-pecahan segi tiga di dalamnya bernama moso. Jadi, dalam satu lodok, terdapat beberapa moso. Satu moso dipecah menjadi petak-petak lebih kecil.
Setiap moso memiliki luas yang berbeda-beda. Uniknya, penetapan luasnya moso itu diambil dengan jari-jemari yang ditempatkan di poros atau pusat lodok. Penentuan dengan jari tersebut lantas ditarik garis lurus berpuluh-puluh meter ke belakang.
Alo mengatakan, hingga saat ini masih terdapat aturan kuat yang dipegang pemilik lodok. Yakni, lahan lodok itu tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak lain di luar keluarga inti.
Dengan demikian, sampai kapan pun, lahan sawah jaring laba-laba tersebut milik satu keluarga. ’’Saat ini tersisa 15 buah lodok dengan beberapa ukuran,’’ jelas dia. (M Hilmi Setiawan/dos/jawapos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waspadalah, HP Bisa Bikin Saraf Rusak
Redaktur : Tim Redaksi