Wow..., Bakal Banyak Kada Antre Jadi Pesakitan karena Kasus Hutan

Kamis, 28 Mei 2015 – 06:26 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Komisi IV DPR yang membidangi kehutanan merasa khawatir dengan adanya permainan di balik usulan banyak daerah yang mengajukan alih fungsi kawasan lindung. Sebab, bisa jadi ada patgulipat di balik usulan itu yang bisa mengantar kepala daerah ke penjara.

Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV DPR dengan Gubernur Kepulauan Riau, M Sani dan Gubernur Bangka Belitung, Rustam Effendi di Jakarta, Rabu (27/5) untuk membahas alih fungsi kawasan hutan di dua provinsi yang didominasi lautan itu. Pada RDP itu, anggota Komisi IV DPR, Darori Wonodipuro mengaku tahu persis persoalan di balik alih fungsi hutan. Maklum, politikus Gerindra itu adalah mantan direktur jenderal (dirjen) Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan.

BACA JUGA: Ini yang Diajarkan Kopassus Hingga Brunei pun Lebih Hebat dari Malaysia dan Singapura

Menurut Darori, para kepala daerah harus bersikap transparan dalam mengajukan usulan alih fungsi hutan. Ia tak mau persetujuan DPR atas alih fungsi justru bermasalah di kemudian hari.

“Bukan kita nggak setuju. Kami cuma ingin jangan sampai bapak-bapak sekolah (diproses hukum, red).  Saya bolak-balik jadi saksi di KPK. Di KPK itu saksi dan tersangka batasnya tipis,” katanya.

BACA JUGA: Prajurit Kopassus yang Ganteng Ini Dikenal sebagai Penembak Jitu

Darori pun mengaku tahu persis kelakuan para kepala daerah dalam mengusulkan alih fungsi hutan. Saat menjadi dirjen, kata Darori, dirinya bahkan pernah melakukan pendalaman kasus alih fungsi hutan dengan Bareskrim Polri.  “Ini tinggal nyerahin saja datanya ke KPK jilid baru,” katanya.

Ia menegaskan, jika di dalam kawasan hutan ternyata ada permukiman dan ada penduduk, maka hal itu bisa dikategorikan perambahan dan bisa dipidana. “Kalau di Jatim ada orang dihukum karena mencuri kayu (Nenek Asyani di Situbondo, red), ya memang seperti itulah undang-undangnya,” katanya.

BACA JUGA: Kubu Ical yakin Gencatan Senjata sebelum Pendaftaran Calon

Hal senada juga disampaikan disampaikan anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Ono Surono. Menurutnya, DPR tak mau melegalisasikan sesuatu yang sesungguhnya melanggar.

“Banyak kasus hukum pada teman-teman kita di masa lalu karena melegalisir perbuiatan melawan hukum. Ini yang benar-benar kita takutkan,” katanya.

Ono juga mengatakan bahwa transparansi data merupakan hal penting. Ia tak mau usulan alih fungsi hanya demi kepentingan pemilik modal.
“Kalau itu kaitannya dengan rakyat kacil, kita harus mendorongnya. Tapi kalau berkaitan dengan korporasi dan kaitan industri, kita harus kritis soal ini,” ucapnya.

Sedangkan Gubernur Kepri M Sani dalam kesempatan itu membeber persoalan ketidakpastian soal wilayah hutan di wilayah Kepri, khususnya Batam. Menurutnya, kondisi di Kota Batam saat ini ada wilayah hutan yang ternyata sudah menjadi permukiman lengkap dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial, kawasan industri hingga perkantoran.

“Padahal ada bukti kepemilikan, HPL (hak pengelolaan lahan). Sudah banyak industri yang berkembang di sana tapi tiba-tiba masuk kawasan lindung,” kata Sani dalam rapat dengar yang dimpimpin Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo itu

Persoalan ketidakpastian status hutan itu membuat Kepri tak kunjung punya rencana tata ruang wilayah (RTRW). “Kita satu dari 19 provinsi yang belum punya RTRW,” paparnya.

Namun, ia memastikan tidak ada permainan di balik usulan alih fungsi hutan itu. “Saya yakin tidak ada yang bermain. Saya sudah 48 tahun mengabdi, capek kalau harus sekolah lagi (dipenjara, red),” ucapnya.

Hal senada juga disampaikan Gubernur Babel Rustam Effendi. Ia tak mau dituduh memuluskan permainan dengan proses alih fungsi hutan di daerahnya.

Ia justru menantang untuk buka-bukaan jika memang ada permainan. “Mari kita sikat. Saya ini sudah 25 tahun jadi kader PDIP. Saya perlu pertahankan nama baik partai saya juga. Dan di pundak saya ini ada masyarakat,” katanya.

Hanya saja, katanya, di Babel persoalannya memang tak mudah. Rustam menegaskan bahwa wilayah daratan Babel hanya sekitar 19 persen. Namun, 90 persen dari lahan daratan di Babel justru dikuasai PT Timah.

“Nah kita mau manfaatkan lahan bekas PT Timah. Tapi kita tak berdaya padahal ingin memanfaatkan itu untuk masyarakat,” katanya.

Ia meyakini PT Timah sengaja memertahankan lokasi pertambangan di Babel yang tak terpakai lagi sebagai aset. “Karena ini berpengaruh pada struktur saham mereka. Kita ingin sampaikan ke menteri BUMN,” pungkasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Biro Perjalanan Umrah Berbiaya Murah Menyasar Kelompok Pengajian


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler