Wow! Rupiah ke Level Tertinggi Tahun Ini, Berpotensi Rp 12.500

Rabu, 28 September 2016 – 08:41 WIB
Rupiah menguat. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Program tax amnesty berhasil mengalirkan arus dana masuk ke dalam negeri.

Dampaknya, nilai tukar rupiah tedongkrak ke level tertinggi tahun ini. 

BACA JUGA: Pengusaha Kelas Kakap Ini Akhirnya Ikut Tax Amnesty

Pada perdagangan di pasar spot kemarin (27/9), kurs rupiah terhadap dolar AS (USD) diperdagangkan di kisaran Rp 12.900 hingga Rp 12.936 sebelum ditutup di Rp 12.955.

Merujuk data Reuters, rupiah butuh waktu setahun untuk bisa kembali di bawah Rp 13.000. Pada 6 Mei 2015, dolar AS mulai menembus Rp 13.000. 

BACA JUGA: Uang Tebusan Amnesty Pajak Di Daerah Ini Sudah Sebegini

Pelan tapi pasti, dolar AS terus merangkak naik dan menekan rupiah. Bahkan, rupiah sempat menyentuh level terendah pada 28 September 2015 saat bertengger di posisi Rp 14.705 per USD. 

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menyebutkan, ada beberapa faktor yang memicu penguatan rupiah. Dari dalam negeri, penguatan rupiah dimulai dari tingginya arus modal masuk bersih tahun ini. 

BACA JUGA: Para Sesepuh Ikut Tax Amnesty, Uang Tebusan Tembus Rp 69,8 T

”Total Januari sampai September sudah Rp 151 triliun dibanding periode yang sama (tahun lalu) Rp 39 triliun,” ujarnya seusai ratas ekonomi digital di Kantor Presiden kemarin. 

Faktor lainnya adalah pengaruh program amnesti pajak yang dilihat baik oleh pasar. Program tersebut sejauh ini menunjukkan tren positif. 

Menko Perekonomian Darmin Nasution menambahkan, antusiasme warga Indonesia untuk berpartisipasi dalam program tax amnesty menjadi salah satu faktor penguatan nilai tukar rupiah.

”Arahnya pasti ke sana. Rupiah menguat, IHSG (indeks harga saham gabungan) menguat,” ujarnya.

Darmin menyatakan, tren penguatan rupiah sudah dimulai awal Agustus. 

Tren penguatan tidak berlangsung drastis, tetapi bertahap. ”Jangan terlalu cepat penguatannya,” tutur dia.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, besarnya dana yang masuk ke Indonesia akibat amnesti pajak memengaruhi pergerakan rupiah dan saham. 

Besarnya dana repatriasi terkait dengan periode tarif terendah yang akan berakhir 30 September.

”Adanya arus dana masuk dan menjelang deadline (periode tarif terendah) pasti akan memengaruhi,” ucapnya di gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kemarin. 

Statistik DJP mencatat realisasi uang tebusan berdasar SSP (surat setoran pajak) Rp 73,2 triliun. Sedangkan komposisi penyertaan harta secara total tercatat Rp 2.491 triliun. 

Perinciannya, dana repatriasi Rp 127 triliun, deklarasi luar negeri Rp 660 triliun, dan deklarasi dalam negeri mencapai Rp 1.703 triliun.

Penguatan rupiah juga berdampak positif ke lantai bursa. Di pasar saham, IHSG kembali meraih level psikologis 5.400 setelah ditutup menguat 67,465 poin (1,261 persen) ke 5.419,604.

Ekonom BCA David E. Sumual menyatakan, program amnesti pajak masih menjadi katalis positif hingga beberapa waktu ke depan. ”Masih banyak konglomerat yang belum ikut,” katanya.

David menilai program amnesti pajak di Indonesia paling sukses jika dibandingkan dengan di negara lain. 

Belum lagi jika melihat deklarasi dan repatriasi dana dari negara-negara yang selama ini sebagai surga pajak (tax haven). 

Sudah puluhan triliun uang yang pulang kampung (repatriasi) dari Singapura, Cayman Islands, Hongkong, dan Virgin British Islands. 

”Dananya memang tidak serta-merta masuk hari ini. Tapi, sentimennya itu membuat rupiah membaik,” ulasnya.

Berbagai aset yang dulu disembunyikan sekarang terkonfirmasi sehingga pemiliknya lebih percaya diri. 

Duit sebesar itu bisa digunakan untuk ekspansi bisnis. Melihat berbagai situasi yang ada, David memperkirakan nilai tukar rupiah berpotensi menuju Rp 12.500 per USD.

Keyakinan yang sama diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani. 

”Saya kira bisa ke Rp 12.500 tahun ini. Kemungkinannya sangat besar karena fundamen kita membaik,” ujarnya kemarin.

Atas dasar itu pula, pelaku bisnis merasa nyaman atas kenaikan nilai tukar rupiah saat ini. Terlebih, pergerakannya bertahap, tidak melonjak signifikan. Memang, kata bos Sahid Group tersebut, penguatan rupiah memiliki andil dari faktor global. Tetapi, dia menilai peran besar justru ada dari dalam negeri. ”Lihat saja program amnesti pajak sudah signifikan,” tegasnya.

Ekonom Indef Eko Listiyanto menambahkan, dampak penguatan rupiah pada masyarakat meliputi dua hal. 

Pertama, bagi eksporter, sesungguhnya jika rupiah terlalu menguat, daya saing akan melemah karena membuat harga barang melambung. 

Dampak kedua, untuk importer akan lebih menguntungkan karena mengimpor terasa lebih murah.

”Sebab, jika dilihat secara keseluruhan, barang impor untuk komponen konsumsi cukup tinggi. Maka, ini mendorong harga-harga barang impor akan lebih murah,” ujarnya.

Namun, secara umum Eko memandang penguatan rupiah akan membawa dampak yang lebih menguntungkan bagi Indonesia daripada merugikan. 

Sebab, turunnya kinerja ekspor tidak hanya disebabkan kurs. Pelemahan ekspor juga dipicu demand yang memang sedang turun.

Selain itu, konfidensi pasar diprediksi semakin bertambah seiring dengan penguatan rupiah. 

”Ini yang kita butuhkan. Stability, confidence, dan tentunya menjaga ekspektasi. Kalau rupiah menguat, ekspektasi ekonomi akan membaik. Trust akan meningkat,” jelasnya.

Keyakinan pada kondisi ekonomi yang membaik diprediksi tetap kuat. Meski Asian Development Bank (ADB) baru saja merevisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari 5,2 persen menjadi 5 persen.

Namun, Eko menggarisbawahi perlunya perbaikan dari dua sisi pendorong pertumbuhan ekonomi RI, yakni dari sisi fiskal dan moneter. 

”Kita tahu problem 2016 ini bukan moneter, melainkan fiskal. Moneternya terbilang stabil. Inflasi terkendali dan tidak ada gejolak berlebihan dari sisi moneter seperti pelemahan mata uang tahun lalu. Tinggal dari sisi fiskal saja,” bebernya.

Eko menyebutkan, adanya potensi defisit yang hingga akhir tahun diprediksi melebar serta pemotongan anggaran karena perencanaan target awal tidak tercapai akan menambah shortfall ke depan. ”Risiko fiskal memengaruhi moneter,” katanya. (dee/byu/ken/gen/c9/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ibu-Ibu Paling Antusias Ikut Sosialisasi Tax Amnesty, Ternyata karena Ini, Ha ha


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler