jpnn.com, POLANDIA - Xylarium Bogoriense dan Alat Identifikasi Kayu Otomatis (AIKO) Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi (BLI) tampil dalam talkshow yang digelar dalam Paviliun Indonesia di ajang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP24) di Katowice, Polandia, 3 Desember 2018.
Talkshow tersebut menyedot banyak perhatian pengunjung COP24, yang secara khusus mengikuti sesi C12 yang bertema Xylarium Bogoriense 1915: Variation in Carbon Storage Among Wood Species.
BACA JUGA: Live Talkshow Media Internasional dan Menteri Siti di COP24
Xylarium nomor satu dunia ini, merupakan salah satu kebanggaan BLI Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Selain sebagai rujukan utama dalam identifikasi kayu, Xylarium Bogoriense juga menyimpan banyak manfaat strategis, antara lain mendukung upaya mitigasi dan penyimpanan stok karbon.
BACA JUGA: KLHK Canangkan Target Pembangunan 2019
"Terdapat kaitan yang sangat erat antara keragaman jenis kayu dan penyerapan karbon. Oleh karenanya, hal tersebut merupakan topik penting yang harus dikembangkan untuk mendukung aksi mitigasi perubahan iklim," ujar Kepala BLI, Agus Justianto saat membuka talkshow.
Menurut peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Krisdianto, Xylarium Bogoriense memiliki manfaat strategis untuk perhitungan kandungan karbon dalam kayu dan produk kayu.
BACA JUGA: Indonesia Komitmen Dalam Mengatasi Dampak Perubahan Iklim
"Bahkan, Xylarium Bogoriense ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan faktor emisi Indonesia dan memprediksi pola perubahan iklim ke depan,” jelas Krisdianto.
Selain itu, dalam talkshow juga dipromosikan AIKO yang dikembangkan dengan menggunakan basis data Xylarium Bogoriense.
AIKO adalah alat identifikasi kayu otomatis berbasis computer vision. Keunggulannya, AIKO mampu memangkas waktu identifikasi kayu hingga hitungan detik, yang selama ini dilakukan secara manual dan memerlukan waktu 1-2 minggu.
AIKO merupakan hasil kerjasama penelitian antara P3HH dan Pusat Penelitian Informatika (P2I) LIPI.
“AIKO dapat mendukung peningkatan kinerja pelaku usaha dan industri perkayuan, meningkatkan PNBP, dan utamanya membantu mempercepat proses penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, terutama dalam penyelesaian konflik penentuan jenis kayu,” ungkap Ratih Damayanti, peneliti P3HH.
Kepala P3HH Dwi Sudharto, yang turut hadir dalam COP24 tersebut mengharapkan agar Xylarium Bogoriense dapat terus dikembangkan dan diperkaya dengan data dan informasi.
Dengan demikian kemanfaatannya akan semakin meningkat, dan AIKO dapat segera diaplikasikan secara luas.
Xylarium Bogoriense yang dikelola oleh P3HH-BLI, saat ini merupakan xylarium dengan jumlah spesimen otentik terbesar di dunia (193.858 spesimen otentik, 110 suku, 785 marga dan 3.667 species). Hal tersebut telah diakui secara internasional oleh International Assosiation of Wood Anatomists (IAWA).
Oleh karenanya, basis data Xylarium Bogoriense memiliki manfaat besar sebagai sumber informasi ilmiah jenis kayu, pemetaan jenis kayu, dan bahan rujukan utama dalam identifikasi kayu bagi lembaga penegak hukum, bea dan cukai, praktisi dan akademisi. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Paviliun Indonesia Pada COP 24 UNFCCC Resmi Dibuka  Â
Redaktur & Reporter : Natalia