Ya Ampun... Masih SMA Sudah Nyambi Jadi LC Karaoke

Minggu, 27 Maret 2016 – 15:20 WIB
Sejumlah pemandu lagu berusia belia di tempat karaoke di Kabupaten Pekalongan yang terjaring razia Satpol PP. Foto: Hadian Anam/Radar Pekalongan/JPG

jpnn.com - PEKALONGAN - Bisnis karaoke kian menjamur di Kabupaten Pekalongan. Menjamurnya tempat-tempat karaoke itu pun sulit lepas dari keberadaan perempuan pemandu lagu (PL) atau lady companion (LC) yang biasa menemani pengunjung untuk bernyanyi.

Namun, ada hal yang membuat miris. Sebab, profesi PL ternyata menjadi daya tarik bagi kalangan belia, bahkan ada yang masih menyandang status sebagai siswi sekolah menengah.

BACA JUGA: Terobosan Keren Bupati Kukar Dongkrak Kunjungan Wisatawan

Uang ternyata membuat para siswi itu silau. Sebab, dengan kerja yang tak terlalu berat, mereka bisa mendapatkan uang lumayan.

Bahkan kini faktor ekonomi bukan lagi persoalan klasik yang memaksa mereka terjun menjadi PL. Gaya hidup (lifestyle) juga ikut menggiring mereka untuk bisa mendapat uang secara mudah demi memenuhi kebutuhannya. Sebagian besar mereka beralasan tidak pulang ke rumah karena mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.

BACA JUGA: DPR: Jangan Hanya Salahkan Kemenkumham

Hasil investigasi Radar Pekalongan (Jawa Pos Group) menunjukkan sejumlah pelajar SMA yang punya sambilan sebagai PL tidak bekerja tetap atau freelance di salah satu tempat karaoke. Mereka memang memilih untuk bekerja lepas. Mobilitas mereka bergantung pada panggilan pemilik bisnis karaoke jika ada orderan tamu.

Biasanya, operator pengelola karaoke yang berperan menawarkan orderan kepada mereka. Namun, tidak semua akan ditawari PL belia itu. Hanya tamu-tamu tertentu, seperti pelanggan tetap karaoke atau kelompok-kelompok tertentu yang berduit dan memiliki pengaruh.

BACA JUGA: Misteri Helm di Lokasi Gantung Diri

Jam kerja PL pelajar pun biasanya pada siang hingga sore hari. Wajar saja, alasan mereka tidak pulang ke rumah karena ada kegiatan ekstrakurikuler di sekolahan atau mengerjakan tugas kelompok.

Ironisnya, ada PL pelajar yang tidak risih datang ke tempat karaoke masih mengenakan seragam sekolah. Untuk satu jam menemani tamu, para pelajar ini mematok saweran antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per jam.

Hal ini diakui salah seorang pengunjung tempat karaoke di Kabupaten Pekalongan, Amad (37). Ia mengaku kaget ketika ruangannya tempat berkaraoke didatangi PL yang masih berseragam sekolah.

“Terus terang saya kaget ada pelajar memakai seragam datang ke tempat karaoke. Saya kira mau main bersama teman-temannya untuk nyanyi bersama-sama. Ternyata dia masuk ke room saya,” katanya.

Ia mengakui bahwa rombongannya saat berkaraoke memang ada yang memesan PL berusia belia. “Tidak disangka, yang datang kok anak SMA masih berseragam. Kirain cilikan (istilah untuk PL belia, red) itu bodinya kecil tapi sudah dewasa,” ungkap Amad.

Ia membeberkan, anak SMA itu pun tanpa basa-basi langsung minta disawer Rp 200 ribu per jam. Dia pun membatasi diri hanya sekitar tiga jam untuk menemani tamu-tamunya itu, yakni dari pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB.

Gilanya lagi, lanjut dia, PL anak SMA itu juga sudah berani minum minuman keras walaupun tidak terlalu banyak. “Dia langsung minta disawer Rp 200 ribu, tanpa basa-basi. Bilangnya untuk pergi ke salon. Lumayan kalau nggak pakai seragam. Ini pakai seragam, ya mencolok lah. Jadi takut sendiri. Makanya saya memilih cepat pulang terlebih dulu,” bebernya.

Menurut dia, fenomena pelajar nyambi jadi PL hampir ada setiap tahunnya, meski setiap tahun orangnya berbeda-beda. Untuk memesan PL pelajar tidaklah mudah. Harus menjadi pelanggan setia tempat karaoke dan royal di kafe.

Bahkan, tidak sedikit PL pelajar ini bisa diajak ngamar. “Kalau sudah nemani di room, tinggal akal-akalan kita untuk memperoleh nomor hpnya. Jika kontak nomor sudah didapat, lebih gampang komunikasi, bahkan termasuk diajak ngamar,” tuturnya.

Mereka yang masih pelajar ini memiliki privasi yang ketat. Dia tidak sembarangan memberikan nomor handphonenya kepada tamu-tamu tempat karaoke. Tapi, jika tamu itu sudah dipercaya dan royal atau banyak nyawer, maka kemungkinan besar PL pelajar ini mau bertukar nomor handphone. Untuk ngamar, rata-rata pelajar ini meminta tarif antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.

“Mereka selalu mengatakan uangnya ya paling untuk beli handphone bagus, nyalon, kosmetik mahal, hingga pakaian mahal. Tidak semuanya yang beralasan orang tuanya tidak mampu. Sebagian besar karena tuntutan gaya hidup anak muda sekarang aja,” katanya.(radarpekalongan/JPG/ara/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Kali Batal Lamar Gadis, Pilih Mengakhiri Napas Sendiri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler