jpnn.com - JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly tidak perduli dengan berbagai suara sumbang terkait rencananya merevisi persyaratan remisi bagi koruptor. Menurutnya, sampai hari ini pembahasan tentang wacana tersebut masih terus dilakukan pihaknya.
"Ya (remisi) itu kita bahas terus. Wacana kan harus kita jalankan terus," kata Yasonna di Hotel Century, Jakarta, Senin (23/3).
BACA JUGA: Ini UU yang Dijeratkan Lima Terduga Anggota ISIS
Menurutnya, ada kesalah pahaman publik dalam menangkap maksud dari rencananya ini. Yasonna mengklaim bahwa dirinya tidak pernah berniat meringankan hukuman bagi koruptor. Dia hanya ingin membentuk sistem peradilan yang adil.
Kader PDI Perujangan ini mencontohkan Peraturan Pemerintah (PP) No 99 Tahun 2012. Dimana dalam PP tersebut diatur bahwa bagi seorang terpidana korupsi harus mendapat rekomendasi dari KPK untuk dapat remisi. Menurutnya, syarat tersebut memberi kewenangan yang terlalu besar kepada KPK.
BACA JUGA: Soal ISIS, Anak Amien Rais Ingatkan Pemerintah tak Bikin Rakyat Trauma
"Polisi tugasnya penindakan dan penyidikan, kemudian jaksa penuntutan. Kalau KPK kan menuntut, menyidik hingga menindak juga. Oleh karena itu mereka tidak bisa memberi rekomendasi mengenai remisi," papar Yasonna.
Lagipula, tambah Yasonna, tanpa pengetatan remisi sekalipun tindak pidana korupsi tetap menjadi kejahatan luar biasa. Pasalnya, pelaku korupsi boleh dituntut semaksimal mungkin.
BACA JUGA: PNS Dilarang Rapat di Hotel Malah Boros Banget, Ini Hitungannya
"Ini lah saya kira yang kita letakan, sistem yang berjalan sesuai fungsi. Kalau kejahatan biasa bisa mengajukan remisi setelah 6 bulan tahanan, extra ordinary crime baru boleh setelah sepertiga masa hukuman," pungkasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Admin Trio Macan Dijerat Lima Dakwaan Berlapis
Redaktur : Tim Redaksi