jpnn.com, JAKARTA - Ketua pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mendorong produsen air minum dalam kemasan (AMDK), asosiasi industri, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lebih gencar mengedukasi konsumen sehingga endapatkan informasi secara komprehensif.
Tulus Abadi mengemukakan hal itu dalam paparan hasil survei YLKI bertajuk “Monitoring dan Pengawasan, Pemasaran Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Jabodetabek, melalui virtual baru-baru ini.
BACA JUGA: Rika Oktaviani Tak Digaji dan Minum Air Keran di Arab Saudi, Duh!
Berdasarkan temuan survei YLKI dinyatakan penjual air minum dalam kemasan mayoritas tidak mendapatkan edukasi mengenai cara penyimpanan, penjualan yang baik dan benar.
Sebanyak 83 persen produsen tidak pernah melakukan edukasi, sementara 99,7% asosiasi tidak pernah melakukan edukasi kepada penjual. Kemudian mayoritas penjual merasa perlunya edukasi sebesar 63%.
BACA JUGA: Pelabelan Kemasan Air Minum Bebas BPA Dinilai Belum Perlu Dilakukan
“Edukasi yang dilakukan industri dan asosiasi industri masih sangat kurang, padahal industri/asosiasi industri punya tanggung jawab untuk mengedukasi mitra-mitra bisnisnya secara baik dan benar,” tegas Tulus Abadi.
Tulus juga menyoroti mata rantai distribusi dari proses pengangkutan yang menggunakan truk/kendaraan terbuka. Termasuk pada proses penyimpanan yang tidak sesuai pada galon AMDK sangat beresiko terkena sinar matahari langsung yang dapat berpotensi memicu migrasi BPA pada kemasan galon guna ulang.
BACA JUGA: Kemasan Galon Berbahan Polikarbonat Diklaim Aman untuk Kemasan Air Minum
"Sebanyak 85% kendaraan pengangkut AMDK galon tidak memenuhi syarat alias menggunakan kendaraan atap terbuka terpapar sinar matahari," ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina mengingatkan mekanisme pengawasan pascapasar (post market) baik oleh pemerintah, industri/asosiasi industri sangat penting dilakukan, sehingga AMDK yang dikonsumsi oleh konsumen betul-betul sehat dan higenis.
"Konsumen berhak mendapatkan air yang terjamin kualitasnya sebagaimana UU Konsumen. Kalau kita melihat hasil survey tsb, masih banyak kelemahan dalam pengawasan. Karena itu Pemerintah perlu segera melakukan upaya sistematis untuk meningkatkan pengawasan, dalam hal ini BPOM," tegasnya.
Salah satu rekomendasi YLKI dalam hasil surveinya, bahwa perlu adanya tulisan peringatan pada label galon AMDK seperti: Air Minum Dalam Kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan Berpotensi Mengandung BPA.
Selain itu perlu dicantumkan 'Produk AMDK galon ini Berpotensi terjadi migrasi BPA Untuk Perhatian Konsumen Usia Rentan'.
Terpisah, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny K Lukito mengatakan dalam upaya perlindungan maksimal dan prima untuk masyarakat luas, BPOM RI sebagai otoritas pengawas obat dan makanan terus melakukan peninjauan (review) terhadap standar dan peraturan yang ada dengan melihat perkembangan dan kecenderungan yang berbasiskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan cepat dan dinamis.
Hal itu dikatakan Penny K Lukito menanggapi pertanyaan berbagai pihak termasuk media terkait kebijakan pelabelan informasi tentang potensi kandungan Bisphenol A (BPA) pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
Penny mengatakan setiap perubahan kebijakan yang menyangkut keamanan publik dan tentunya pelaku usaha, BPOM RI akan selalu melibatkan segenap pemangku kepentingan, diantaranya para pakar, Kementerian/Lembaga, perguruan tinggi, asosiasi industri, serta stakeholders terkait.
"Kebijakan standar label pada kemasan AMDK sepenuhnya dilakukan berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, regulasi, dan data hasil pengawasan BPOM serta bukti ilmiah di Indonesia dan di negara-negara lain yang telah terlebih dahulu melakukan kajian mendalam dan perubahan standar yang dimaksud," terang Penny K Lukito.
Penny menambahkan saat ini rancangan regulasi terkait pelabelan tersebut masih dalam proses penyusunan melalui tahapan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dia menegaskan bahwa kebijakan pelabelan tidak sama sekali dimaksudkan untuk merugikan pelaku usaha, sebaliknya justru untuk melindungi mereka dari tanggung jawab (liabiliti) ke depan, dan dalam waktu bersamaan untuk memberikan perlindungan kesehatan jangka panjang kepada konsumen.
"Sekali lagi ini harus dipahami dengan utuh, bahwa aspek keamanan AMDK terkait dengan potensi resiko kesehatan konsumen harus menjadi prioritas" ujarnya.
Karena itulah BPOM RI mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dalam membeli produk pangan. Selalu ingat Cek “KLIK” (Kemasan, Label, izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan.
"Pastikan kemasannya dalam kondisi utuh, baca informasi pada label, pastikan memiliki izin edar dari Badan POM RI, dan tidak melewati masa kedaluwarsa," terangnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia