YLKI Sebut Pengawasan di Pelabuhan Masih Lemah

Rabu, 03 Juli 2019 – 07:25 WIB
Petugas mengawasi penumpang menggunakan thermal scanner di pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang, Selasa (14/5). Foto: batampos.co.id / yusnadi nazar

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa pengawasan di pelabuhan masih sangat lemah dan masih banyak pungutan liar (pungli). 

Menurut Tulus, masih ditemukan banyak kapal yang berlayar tapi sebenarnya tak layak layar khususnya kapal rakyat. “Maka, yang paling penting dalam hal ini adalah pengawasannya," ujar Tulus dalam siaran persnya, Selasa (2/7).

BACA JUGA: Soroti Event PRJ, YLKI: Jangan Cuma Memungut Tarif yang Mahal

Tulus mengatakan, keberadaan x-ray di pelabuhan dianggap penting, seperti di bandara. “Bagaimana kalau ada serangan teroris dan narkoba, siapa yang mengontrol padahal di laut. X-ray ini harus disediakan regulator sebagai infrastruktur," ujar dia.

BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat Mahal, Penumpang KM Kelud Meningkat Dua Kali Lipat

BACA JUGA: Penumpang Kapal Pelni Selama Arus Mudik 2019 Naik 22 Persen

Saat ini, lanjut Tulus, belum ada kebijakan Untuk xray misalnya operator setuju seperti PT ASDP Indonesia Ferry. Tapi mereka tidak sanggup karena harganya mahal dan harusnya memang menjadi tanggung jawab regulator, khususnya untuk pelabuhan besar, seperti Tanjung Priok, Tanjung emas, Tanjung perak, dan lain-lain.

Tulus mencontohkan di Tiongkok untuk memasuki stasiun Kereta Api harus dicek dengan x-ray. Selain itu, infrastruktur untuk penanganan bagasi penumpang juga masih buruk dan harus ditata. Jika di bandar udara, bagasi penumpang didaftarkan, ditimbang dan dimasukkan ke dalam pesawat dengan ban berjalan dan petugas khusus. 

BACA JUGA: Peningkatan Pemakaian Bright Gas Bisa Mengurangi Beban Pengeluaran Pemerintah

BACA JUGA: Soroti Event PRJ, YLKI: Jangan Cuma Memungut Tarif yang Mahal

Sementara di pelabuhan, barang bawaan masih ditenteng oleh penumpang atau porter. Akibatnya, barang bawaan atau bagasi penumpang kapal melebihi kapasitas berat yang ditentukan.

Akibat lemahnya pengawasan dan infrastruktur di pelabuhan ini seringkali pelabuhan-pelabuhan di perbatasan dimanfaatkan untuk perdagangan narkotika. 

Dalam hal barang bawaan penumpang yang melebihi kapasitas dan terjadinya transaksi narkotika biasanya pihak kapal disalahkan. Padahal, kapal fungsinya seperti pesawat udara, yaitu hanya sebagai sarana pengangkut. Sementara fungsi seleksi barang atau bagasi ada di pelabuhan. 

Tulus menambahkan, layanan setara bandara di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sangat dimungkinkan sepanjang ada kemauan dari regulator. "Kebijakan itu harus benar-benar untuk meningkatkan layanan di pelabuhan, bukan dalih untuk meningkatkan pendapatan," kata Tulus.

Sebelumnya, sejumlah penumpang mengeluhkan layanan pelabuhan yang dikelola Pelindo karena tidak diizinkan memasuki gedung ketika menunggu kapal. Mereka terpaksa menunggu di luar lobi dan kantin yang tidak nyaman. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Pelabuhan Penyeberangan Akan Diserahkan ke Pusat


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler