YLKI: Tarif Baru Taksi Online Harus Dilaksanakan, Jangan Jadi “Macan Ompong”

Senin, 17 Juli 2017 – 11:41 WIB
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan tentang tarif atas dan tarif bawah taksi online sudah memasuki minggu ketiga sejak ditetapkan berlaku tanggal 1 Juli 2017. Namun peraturan tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan peraturan itu seharusnya sudah dilaksanakan. Kalau tidak dijalankan mesti ada sanksi.

BACA JUGA: Arus Mudik dan Balik Lebaran Lancar, Kemenhub Beri Kakorlantas Penghargaan

“Nah, itu tergantung dari Kementerian Perhubungan, apakah berani memberikan sanksi atau tidak? Kalau tidak, ya jadi 'macan ompong' saja," kata Tulus Abadi dalam siaran persnya, Senin (17/7).

Tulus menambahkan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, sebaiknya kementeriaan perhubungan bisa menjelaskan lebih jauh tentang kebijakan mengenai peraturan tarif atas dan tarif bawah untuk taksi berbasis online.

BACA JUGA: Tarif Naik, Sopir Taksi Online Tak Takut Ditinggal Pelanggan

Sebelumnya, Polda Metro Jaya sebagaimana disampaikan Kabid Humas, Kombes Pol. Raden Prabowo Argo Yuwono bahwa pihaknya sudah menjalankan tugas melakukan penertiban sebagaimana diamanatkan UU dan Permen Perhubungan terkait tarif baru taksi berbasis online yang sudah diberlakukan pada 1 Juli lalu itu.

Argo juga mengungkapkan yang menjalankan peraturan tersebut bukan hanya Polri tapi instusi lain juga terlibat, seperti Dinas Perhubungan (dishub) dan instansi lainnya.

BACA JUGA: Kemenhub Siap Kirim Tim Bantu Investigasi Kecelakaan Helikopter Basarnas

“Kalau Polri sudah melakukan. Tapi hasil berapa yang sudah ditindak saya belum mendapatkan informasinya. Nanti jika sudah diberikan laporan saya paparkan. Pemberlakuannya pun kan belum sebulan. Biasa rekapan setiap sebulan," kata Argo.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26/2017 tentang Penyeleggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek dikeluarkan dengan maksud yang baik, yakni menciptakan persaingan yang sehat atau dengan kata lain keseteraan antara taksi meter dengan taksi online.

Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto Iskandar mengungkapkan ketentuan tarif dihitung berdasarkan jarak per kilometer (Km) dan dibedakan berdasarkan wilayah. Ketentuan tarif batas bawah wilayah I yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Bali, adalah Rp 3.500 per km. Sedangkan batas atas Rp 6 ribu per km. Untuk wilayah II yang meliputi Kalimantan, Sulawesi hingga Papua, tarif batas bawah adalah Rp 3.700 ribu dan batas atas Rp 6.500 per km.

Aturan ini sendiri sejatinya sudah mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2017 lalu, namun pemerintah melalui Kementerian Perhubungan masih memberikan dispensasi bagi operator taksi online, dalam melakukan transisi penyesuaian tarif baru selama tiga bulan sejak dikeluarkannya aturan tersebut.

"Kita berikan masa transisi 3 bulan untuk poin-poin yang diberlakukan. Per 1 Juli 217 ketentuan ini mulai dilakuan secara resmi. Penindakan polisi dan Dishub baru dilakukan setelah masa transisi. Kalau melanggar bisa di-suspend. Kita cari cara me-suspend anggota kalau tidak memenuhi syarat," ungkap Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, saat melakukan sosialisasi penyesuaian tarif beberapa waktu lalu.

Polemik taksi meter dan berbasis online terus bergulir. Sejatinya kebutuhan akan operator atau perusahan taksi ke depan adalah yang patuh hukum dan peraturan yang berlaku serta memang dedicated utk melayani dan memenuhi kepuasan, kenyamanan dan keamanan konsumen.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penerangan Jalan di Jalinsum Padam, Menhub Minta Maaf ke Pemudik


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler