Bang Yorrys Anggap Pembentukan TGPF Penembakan Pendeta Yeremia Tak Selesaikan Masalah

Minggu, 04 Oktober 2020 – 19:45 WIB
Yorrys Raweyai. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR for Papua Yorrys Raweyai mengatakan, penembakan Pendeta Yeremia Zanambani di Kampung Bomba, Distrik Hitadipta, Kabupaten Intan Jaya, menambah deretan luka dan duka yang dialami masyarakat Papua di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Yorrys pun mengusulkan pemerintah melakukan interospeksi pascakasus tewasnya Pendeta Yeremia akibat luka tembak oleh oknum bersenjata pada akhir September lalu.

BACA JUGA: Jokowi Didesak untuk Membentuk Tim Investigasi atas Pembunuhan Pendeta Yeremia

Kasus ini yang menyita perhatian publik nasional dan internasional.

"Maka sudah saatnya pemerintah pusat dengan segala perangkat institusional yang dimilikinya melakukan instropeksi dan evaluasi atas segala kebijakan keamanan yang selama ini dijalankan," kata Yorrys dalam keterangannya, Minggu (4/10).

BACA JUGA: Kapolsek Dramaga Bogor Mendengar Ada yang Teriak Minta Tolong, Riuh, Lihat Fotonya

Menurut Yorrys, manuver pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dalam mengungkap dalang dan motif pembunuhan Pendeta Yeremia tidak akan menyelesaikan akar persoalan yang sesungguhnya bermukim di benak masyarakat Papua.

Apalagi, lanjut Yorrys, proses pembentukan tersebut tidak melibatkan perwakilan masyarakat Papua yang terepresentasi dalam MPR for Papua.

BACA JUGA: Kakek RSJ Berada di Hotel, Korbannya Gadis 13 dan 14 Tahun

"Yang sejatinya menjadi fasilitator dan penyambung aspirasi antara kepentingan masyarakat Papua dengan kepentingan pemerintah pusat," ungkap senator asal Papua itu.

Menurutnya, sudah terjadi kesepakatan dalam pertemuan antara MPR for Papua dengan pemerintah yang diwakili Menko Polhukkam Mahfud MD, Mendagri Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Jenderal Idham Azis, September lalu.

Dia menyebut kesepakatan itu adalah segala persoalan yang terkait dengan Papua hendaknya melibatkan MPR for Papua yang terdiri dari anggota DPR dan DPD dari dapil Papua dan Papua Barat.

"Representasi politik dan regional yang memiliki legitimasi konstitusional akan menghadirkan solusi-solusi yang lebih komprehensif, khususnya dalam penyelesaian persoalan Papua," ujar Yorrys.

Oleh karena itu, Yorrys memandang bahwa pembentukan TGPF hanya akan menambah persoalan baru yang makin membuktikan  pemerintah pusat tidak pernah usai melakukan kebijakan sepihak demi kepentingan kekuasaan semata.

"Dalam berbagai opini dan diskusi, sangat jelas dinyatakan bahwa elemen masyarakat Papua yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil serta pihak gereja menaruh pesimistis atas langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui TGPF," kata Yorrys.

Ia menegaskan bahwa keraguan  itu bukanlah tanpa alasan. Berbagai kekerasan di Papua yang terjadi selama ini sangat minim menuai kejelasan di mata publik.

"Jika tidak, berbagai kesimpulan yang dihasilkan hanya menempatkan masyarakat Papua sebagai sumber persoalan," jelasnya.

Menurut Yorrys, hal itu misalnya yang terangkum dalam sejumlah pernyataan pihak aparat keamanan dalam menyimpulkan kasus penembakan di Papua baru-baru ini.

Dia menjelaskan aparat keamanan menyebut oknum pelaku berasal dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Sementara pihak keluarga (saksi), kata dia, menyebut pelaku dari oknum aparat.

"Jika demikian, maka pembentukan TGPF sama sekali tidak akan menjawab kebenaran yang hendak dihasilkan dari pencarian fakta," ungkap dia.

Menurutnya, tidak dilibatkannya pihak-pihak yang seharusnya mewakili suara dan aspirasi masyarakat Papua tentu saja hanya akan menghasilkan kesimpulan subjektif. Sebab, kata dia, sejak awal tim tersebut tidak memenuhi unsur independensi dan imparsialitas sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pencarian fakta dan kebenaran itu sendiri.

MPR for Papua memandang sikap pemerintah pusat dalam menindaklanjuti kasus demi kasus sesungguhnya merupakan bagian dari cara dan pola lama yang tidak beranjak sedikitpun dari kelazimannya.

"Parsialitas penanganan Papua masih bercokol dalam paradigma penyelesaian persoalan. Akibatnya, cara dan pola tersebut pun tidak akan menghasilkan kesimpulan yang baru," kata Yorrys.

MPR for Papua memandang pembentukan TGPF adalah manuver sia-sia dari kekuasaan yang buta, tuli dan abai atas aspirasi orang Papua.

Para wakil rakyat sebagai perpanjangan tangan dan suara Papua di parlemen yang tidak tersentuh sedikitpun oleh kebijakan pemerintah, hanya akan berakibat pada makin hilangnya kepercayaan publik Papua terhadap pemerintah pusat.

Bahkan, kata dia, muncul anggapan berbagai pertemuan MPR for Papua dengan pemerintah pusat selama ini kiranya hanyalah retorika demi kepentingan pragmatisme kekuasaan. Selebihnya, lanjut Yorrys, niat dan maksud baik MPR for Papua sama sekali tidak menuai respons signifikan.

"Pemerintah pusat berjalan sendiri mengatasnamakan pencarian fakta dan kebenaran yang boleh jadi merupakan ilusi yang tidak berujung. Hingga suatu saat gejolak dan persoalan Papua makin menganga dan tidak lagi bisa disembuhkan," katanya.

Atas dasar itu, MPR for Papua meminta kebijakan pencarian fakta yang sepihak ini dihentikan untuk direvisi dan dievaluasi. Pemerintah pusat, kata dia, seharusnya mengedepankan kedewasaan politik dalam bersikap, sebab akar persoalan sesungguhnya adalah pengabaian akan kemanusiaan, kesejahteraan dan keadilan.

"Paradigma itulah yang harus dijadikan visi dan misi bersama untuk kemudian dituangkan dalam bentuk kebijakan. Jika tidak, maka publik Papua hanya akan terus menyaksikan kekerasan demi kekerasan yang tidak berkesudahan," pungkas mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu. (boy/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler