Yudha Membeber 4 Kelemahan PPPK, Para Honorer Perlu Tahu

Senin, 05 April 2021 – 17:32 WIB
Para pengurus GTKHNK35+ Jawa Timur terus berjuang agar terbit Keppres pengangkatan mereka menjadi PNS, bukan PPPK. Foto: dokumentasi GTKHNK35+ Jatim for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Usia 35 Tahun ke atas (GTKHNK35+) Jawa Timur Mohammad Yudha membeberkan sejumlah kelemahan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Di antaranya masa kerja, ketidakseragaman surat perintah menjalankan tugas (SPMT), masa kontrak, dan lainnya.

BACA JUGA: PPPK Berkinerja Baik Diangkat jadi PNS? Ini Penjelasan Kepala BKN

"Kedudukan honorer sangat lemah begitu menjadi PPPK," kata Yudha kepada JPNN.com, Senin (5/4).

Dia lantas mengutip hasil analisis direktur eksekutif EDC tentang kelemahann PPPK, yaitu:

BACA JUGA: Pendaftaran PPPK 2021: Tendik Honorer Ancam Mogok Kerja, Pendidikan Bisa Kacau

1. Jabatan guru menurut Perpres 38 tahun 2020 adalah jabatan fungsional (JF). Dalam PP 49 tahun 2018, Pasal 37 ayat (1 ) hanya mengatur masa kerja PPPK minimal 1 tahun, dan tidak secara spesifik menjelaskan masa kerja minimal 1 tahun tersebut berlaku untuk JF atau jabatan pimpinan tinggi (JPT).

Sedangkan Pasal 37 ayat (5) secara spesifik menjelaskan masa kerja paling lama 5 tahun untuk PPPK yang menduduki JPT utama dan JPT madia.

BACA JUGA: Orang Sok Radikal Langsung Dikeluarkan dari FPI

"Bisa dikatakan, pasal 37 tersebut belum mengatur secara rinci tentang masa perjanjian kerja untuk JF dan JPT," ujar Yudha.

2. Secara rinci Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) mempunyai  kewenangan membuat Peraturan Menteri tentang masa berlaku perjanjian kerja PPPK, merujuk pada pasal 37 ayat (6).

Masa perjanjian kerja PPPK menjadi polemik, karena lulusan PPPK 2019 mendapatkan SPMT masa kerja yang berbeda-beda. 

"Tidak seragamnya penetapan SPMT tersebut berpotensi menimbulkan persoalan baru, sebab perjanjian kerja berakhir, secara otomatis juga menunjukkan pemutusan hubungan kerja," terangnya.

3. Dalam PP 49/2018 Pasal 53 ayat (1) menyebutkan pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat karena jangka waktu perjanjian kerja berakhir. Namun, perjanjian kerja PPPK masih bisa diperpanjang bila masih dibutuhkan dan berdasarkan penilaian kinerja baik. Selain itu bila pejabat pembina kepegawaian (PPK) berkenan mengajukan.

4. Merujuk pada pasal 37 ayat (4) yang berbunyi, "dalam hal perjanjian kerja PPPK diperpanjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK wajib menyampaikan tembusan surat keputusan perpanjangan perjanjian kerja kepada kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN)".

"Perpanjangan SPMT sangat riskan dimanfaatkan pejabat tertentu untuk pungli dengan berbagai modus," ujar guru honorer di SDN Sebani 1 Pandaan, Pasuruan, Jatim ini.

Lebih lanjut dikatakan, sangat disayangkan MenPAN-RB tidak menggunakan kewenangannya untuk melindungi PPPK.

Seandainya PermenPAN-RB menetapkan masa perjanjian PPPK berlaku 10 tahun atau berlaku tidak tentu, potensi pungli tersebut bisa dihindari.

"Karena kelemahan itu yang membuat kami getol memperjuangkan Keppres PNS," tegasnya. (esy/jpnn)

 

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler