Yudi Hastika Ungkap Tiga Permasalahan yang Diduga Membelit PT DI

Kamis, 24 Agustus 2017 – 23:18 WIB
Pesawat N219 diterbangkan Captain Esther Gayatri Saleh melakukan Uji Terbang Perdana di Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Rabu (16/8). Foto: RIANA SETIAWAN /RADAR BANDUNG/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Hadiah terbang perdana pesawat purwarupa N219 produksi PT Dirgantara Indonesia di HUT RI ke-72 pada 17 Agustus lalu sangat membanggakan.

Pasalnya menurut Ketua Tanah Air Institute Yudi Hastika, pesawat tersebut merupakan produksi anak bangsa dan sekaligus menunjukkan kemajuan industri dirgantara Indonesia.

BACA JUGA: 172 Pelajar Ikut Seleksi Calon Duta HAM

Karena ‎dalam satu dekade terakhir tidak terlihat adanya kemajuan.

"Rakyat Indonesia patut bergembira menyambut terbang perdana pesawat purwarupa N219 rancangan PT DI bersama LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang diterbangkan pilot penguji Esther Gayatri dari Bandara Husein Sastranegara," ujar Yudi di Jakarta, Kamis (24/8).

BACA JUGA: Parah, Ada Makanan Basi Untuk Jemaah Haji Indonesia

Yudi merasa terbang perdana purwarupa N219 tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya selama ini Indonesia mampu. Namun kemampuan tersebut nyaris tidak terlihat karena adanya sejumlah permasalahan.

Menurut Yudi, ‎setidaknya ada tiga permasalahan yang selama ini membelit PT DI. Yaitu keterlambatan penyelesaian dan pengiriman pesawat ke konsumen, sehingga dikenakan denda.

BACA JUGA: Menkumham Beri Penghargaan untuk 2 Penyuluh Hukum Teladan BPHN

"Misalnya proyek pesawat N 111 pesanan Filipina yang dikenai denda sebesar Rp 222,56 miliar. Kemudian proyek pesawat C 212-400 pesanan Thailand, dikenai denda sebesar Rp 175,8 miliar dan proyek pesawat Super Puma NAS332 pesanan TNI-AU, dikenai denda Rp 8,5 miliar," ucapnya.

Kemudian, perusahaan plat merah tersebut terkesan lebih banyak memasarkan produk non PT DI, sehingga selisih pendapatan dari penjualan tidak mencukupi biaya operasional tahunan perusahaan.

"Produk non PT DI yang dipasarkan (sebagai perantara,red) antara lain, pesawat C 295, heli serbu Bell 412, heli serang Fennec, EC 725, EC 135 dan AS 305," ucapnya.

Permasalahan ke tiga, PT DI selama ini masih menggunakan mitra penjualan untuk memasarkan produksinya ke dalam negeri.‎ Misalnya, pengadaan helikopter Bell 412 EP di Kementerian Pertahanan, menggunakan mitra penjualan PT Bumiloka Tegar Perkasa dan PT Angkasa Mitra Karya.

"Saya kira dengan menggunakan mitra penjualan (agen) menunjukkan marketing di internal PT DI tidak cukup inovatif dalam meyakinkan Kemenhan menggunakan produk dalam negeri. Akibatnya, keuntungan yang diperoleh harus dibagi dengan mitra penjualan," katanya.

Yudi melihat tiga permasalahan tersebut sangat mendasar dan berpengaruh besar. Karena itu penting untuk segera ditangani dengan baik.

"Berdasarkan kondisi yang ada, saya kira Komisaris Utama PT DI harus segera melakukan evaluasi dan melakukan penyegaran," pungkas Yudi.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Peluang 67 Persen DOB Digabung ke Daerah Induk


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler