Yusman Roy

Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 27 Agustus 2021 – 14:38 WIB
Ilustrasi. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com - Ada yang masih ingat nama Yusman Roy? Mungkin sudah banyak yang lupa. Yusman Roy adalah mantan petinju yang tinggal di Malang, Jawa Timur.

Pada 2005 ia dihukum dua tahun penjara karena penodaan agama.

BACA JUGA: HNW Khawatir Muhammad Kece Gangguan Jiwa, Ini Analisis Bang Reza

Yusman dilaporkan kepada polisi dan didemo oleh banyak orang karena praktik salat yang dilakukan dianggap nyeleneh, tidak lazim. Yusman dan jemaahnya salat dengan memakai bahasa Indonesia.

Yusman punya sebuah pesantren yang dinamai ‘’Pesantren I’tikaf Ngaji Lelaku’’. Santrinya sekitar seratusan orang.

BACA JUGA: Siapa Pengacara Ustaz Yahya Waloni? Aziz Yanuar Menyebut Nama

Salah satu ajaran khas pesantren itu adalah salat dwibahasa, campuran antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia.

Ajaran inti Yusman adalah salat dengan bahasa Indonesia. Namun, beberapa jemaahnya masih ada yang melakukannya dengan campur-campur antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia.

BACA JUGA: PSI Nilai Pasal Penodaan Agama Hanya Melanggengkan Tirani Mayoritas

Praktik ini dilakukan oleh Yusman sejak tahun 2000. Awalnya dia melakukannya sendiri, lalu mengajarkan kepada orang-orang di sekitarnya, lalu menyebar ke komunitas yang lebih luas.

Karena semakin banyak mendapat pengikut, pesantren pimpinan Yusman menjadi perhatian masyarakat. Lalu ada yang protes dan melakukan demo. Yusman dilaporkan ke polisi kemudian ditangkap dan diadili dengan tuduhan penodaan agama.

Tuduhan premier penodaan agama tidak terbukti, tetapi Yusman tetap dihukum dua tahun penjara, karena menyebar kebencian di depan umum.

Ketika vonis dijatuhkan Yusman mengatakan menerima, tetapi dengan lantang ia bersumpah bahwa ia akan tetap melakukan praktik salat dengan bahasa Indonesia sampai kapan pun.

Yusman dibebaskan pada 2006. Sampai sekarang ia masih tetap memimpin pesantrennya, dan tetap mempraktikkan salat dengan bahasa Indonesia. Yusman yakin bahwa apa yang dilakukannya benar dan ada dalil pembenarnya dalam Al-Qur'an.

Bagi Yusman, agama, khususnya saalat, memerlukan penghayatan supaya bisa menjadi khusyuk dan komunikatif dengan Allah. Karena itu dia harus memahami dialog dalam salat itu dengan benar.

Kata Yusman, dia bukan orang Arab dan tidak mengerti bahasa Arab. Karena itu dia merasa lebih khusyuk ketika salat dengan memakai bahasa Indonesia.

Yusman, mungkin, tidak memahami perdebatan epistemologi mengenai pribumisasi Islam. Namun, ia berpikir sederhana saja. Sebagai orang Indonesia dia merasa lebih sreg salat dengan memakai bahasa yang ia pahami.

Dia tidak mau ribet dengan teori akulturasi atau teori-teori strategi dakwah yang sophisticated. Sebagai orang yang tinggal di kampung, Yusman bertindak praktis sesuai kebutuhannya.

Almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur akan melihat apa yang dilakukan oleh Yusman sebagai praktik nyata dari teori pribumisasi Islam yang dia gagas.

Menurut Gus Dur banyak aspek-aspek dalam ajaran Islam yang bersinggungan dengan budaya lokal yang kemudian membutuhkan adaptasi sebelum diadopsi.

Budaya Islam Timur Tengah mempunyai praktik yang berbeda dengan Islam Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hal-hal yang bersifat akidah menjadi ajaran pokok yang tidak bisa ditawar.

Namun, ada ajaran-ajaran yang mempunyai dimensi budaya yang bisa diadopsi dan diadaptasi dengan budaya lokal, sehingga kemudian muncul sintesa baru sesuai dengan kondisi lokal. Begitu inti pribumisasi Islam Gus Dur.

Gus Dur sering muncul dengan gagasan-gagasan yang kontroversial. Gagasan pribumisasi Islam ini juga menuai kontroversi tinggi karena dianggap mencederai ajaran Islam. Salah satu yang paling diributkan adalah gagasan Gus Dur untuk mengganti salam Islam ‘’Assalamu Alaikum’’ menjadi ‘’Selamat Pagi’’ atau ‘’Selamat Siang’’.

Menurut Gus Dur, esensi ‘’Assalamu Alaikum’’ adalah ucapan selamat kepada orang lain. Dalam tradisi Arab, ucapan itu diungkapkan dengan ‘’Assalamu Alaikum’’. Ada dimensi budaya dalam ucapan itu. Karena itu, kata Gus Dur, di Indonesia salam itu bisa diganti dengan salam dalam konteks budaya lokal, yaitu ‘’Selamat Pagi’’ dan sejenisnya.

Gagasan ini ditentang keras oleh banyak kalangan Islam. Penggantian ‘’Assalamu Alaikum’’ dengan ‘’Selamat Pagi’’ dianggap tidak tepat, karena salam Islam berbeda dengan salam lain, terutama karena ada dimensi doa di dalamnya.

Sebagaimana semua praktik ibadah Islam, salam dalam Islam mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi kemanusiaan dan dimensi keilahian. Ucapan salam Islam tidak sekadar sapaan basa-basi, tetapi ada doa dan pengharapan yang bersifat transcendental.

Ucapan salam seperti ‘’Selamat Pagi’’ hanya mengandung dimensi sosial yang profan, tanpa melibatkan nilai keilahian yang transendental. Karena itu ‘’Selamat Pagi’’ tidak bisa menggantikan ‘’Assalamu Alaikum’’ karena dimensinya berbeda.

Perdebatan ini mewakili debat panjang antara pendukung ajaran tekstual dengan para pendukung ajaran kontekstual. Kelompok tekstual berpendapat bahwa agama Islam telah diajarkan secara sempurna oleh Rasulullah, karena itu kita sekarang tinggal menjalankan sesuai sunnah yang diajarkan Rasulullah.

Penganut ajaran kontekstual berpendapat bahwa praktik agama harus mempertimbangkan konteks lingkungan dan sejarah.

Harus ada adopsi dan adaptasi dengan kondisi lokal. Islam bisa diterima secara luas di Nusantara karena kelenturannya dalam beradaptasi dengan praktik budaya lokal.

Sampai sekarang perdebatan itu masih tetap berlangsung. Munculnya konsep Islam Nusantara sekarang ini merupakan kelanjutan dari gagasan pribumisasi Islam ala Gus Dur.

Memang, debat mengenai ‘’Assalamu Alaikum’’ atau ‘’Selamat Pagi’’ sudah menghilang, tetapi esensi debat antara Islam tekstual dan Islam kontekstual masih tetap berlangsung sampai sekarang.

Orang-orang seperti Yusman Roy tidak terlibat dalam perdebatan yang rumit itu. Namun, dalam praktiknya dia adalah pengamal ajaran ‘’Selamat Pagi’’. Andai sekarang Yusman Roy mengajarkan secara terbuka bahwa ‘’Assalamu Alaikum’’ bisa diganti dengan ‘’Selamat Pagi’’ sangat mungkin dia akan terkena pasal penodaan agama lagi.

Kasus Yusman Roy adalah dimensi lain dari bervarasinya kasus penodaan agama yang terjadi di Indonesia. Dua kasus terbaru yang sedang ramai adalah penangkapan Muhammad Kece dan Ustad Yahya Waloni.

Dua-duanya ditangkap dengan selisih satu hari, dengan tuduhan yang sama, penodaan agama.

Dalam kasus-kasus yang melibatkan tuduhan penodaan agama terdakwa selalu terkena jerat hukuman. Hampir tidak pernah ada terdakwa yang lolos dari hukuman penjara.

Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dihukum dua tahun penjara karena penodaan agama. Pressure massa dan politik biasanya menjadi faktor yang memengaruhi keputusan hakim langsung, maupun tidak langsung.

Seorang ibu di Tanjung Balai, Sumatera Utara, pada 2008 dihukum satu setengah tahun karena memprotes suara azan dari masjid yang dianggapnya membisingkan. Masyarakat melakukan demo dan melaporkan wanita itu kepada polisi.

Dia dianggap terbukti menebar kebencian umum dan dihukum.

Jusuf Kalla mengimbau para takmir masjid supaya tidak mengeraskan suara sound system agar tidak mengganggu lingkungan sekitar. Imbauan Jusuf Kalla ini menjadi kontroversi baru dan sangat tidak populer di kalangan para aktivis masjid.

Kasus terbaru yang melibatkan Muhammad Kece dan Ustaz Yahya Waloni akan menjadi bukti apakah pengadilan akan berlangsung jujur untuk membuktikan kebenaran, atau sekadar mengalah kepada pressure public. (*)


Redaktur : Adek
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler