jpnn.com - Terdakwa kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI Sjafruddin Arsyad Temenggung (SAT) akan menyampaikan pledoinya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/9). Sebelumnya, JPU telah mengajukan tuntutan 15 tahun penjara bagi mantan kepala BPPN tersebut.
Pengacara SAT Yusril Ihza Mahendra memastikan peristiwa atau perbuatan/kejadian misrepresentasi tidak ada atau tidak pernah terjadi. Untuk itu jugalah maka unsur melawan hukum dari dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya tidak terbukti.
BACA JUGA: Arah Dukungan PBB dan Yusril Kian Condong ke Jokowi
Dia menampik dakwaan jaksa tentang bos BDNI Sjamsul Nursalim (SN) yang menyatakan hutang petambak adalah lancar padahal macet.
“Peristiwa atau kejadian dimana SN menyatakan hutang tersebut lancar adalah tidak pernah ada. Karena tiada seorang pun saksi maupun bukti-bukti lain termasuk bukti surat dan pengakuan SN yang membuktikan adanya peristiwa itu," ujar Yusril saat dihubungi, Rabu (12/9).
BACA JUGA: Syafruddin Dituntut 15 Tahun Penjara, Pakar: Itu Berlebihan
Yusril menjelaskan, para petambak berhutang kepada BDNI. Sedangkan BDNI telah di ambil alih oleh BPPN sejak 3 April 1998, lebih dari 1 tahun sebelum closing MSAA pada 25 Mei 1999.
"Pada saat pembuatan MSAA seluruh data neraca dan perhitungan berasal dari BPPN sendiri. Bagaimana sekarang setelah 20 tahun baru dinyatakan ada misrepresentansi," ujar Yusril.
BACA JUGA: Eks Kepala BPPN Dituntut 15 Tahun, Ini Pembelaan Yusril
Apalagi, lanjut dia, di dalam MSAA jelas tertera bahwa jikalau ada perselisihan atau argumentasi misrepresentansi, akan diselesaikan melalui jalur perdata. Sebelum ada keputusan pengadilan perdata yang berkuatan hukum tetap, maka otomatis tidak ada misrepresentansi.
Dalam argumentasinya, Yusril juga menunjuk pada dua saksi atas sangkaan tersebut yang diajukan JPU yaitu Glenn M Yusuf dan Rudy Suparman.
Glenn Yusuf, mantan ketua BPPN mengakui di muka persidangan bahwa pada mulanya menyatakan bahwa SN pernah menyebut utang petambak adalah lancar. Namun, setelah mendengar kesaksian Farid Harianto di persidangan bahwa SN tidak pernah hadir dalam rapat, Glenn Yusuf meralat keterangannya tersebut.
Glenn kemudian menyatakan bahwa dia baru mengetahui SN tidak pernah hadir dalam negosiasi. "Glenn juga mengakui bahwa dia sendiri tidak pernah hadir dalam rapat tersebut dan informasi tersebut hanya dia peroleh dari stafnya," lanjut Yusril.
Saksi Rudy Suparman, mantan direktur utama Danareksa, dalam persidangan menyatakan bahwa SN selaku pemegang saham pengendali BDNI mempresentasikan pinjaman kepada petani tambak sebesar Rp 4,8 triliun sebagai pinjaman lancar melalui advisornya.
Menurut Yusril keterangan dua orang saksi tersebut justru membuktikan bahwa tidak ada kata-kata atau keterangan dari SN sendiri yang menyatakan hutang petambak adalah lancar.
Yusril menyimpulkan Glenn menyatakan SN tidak hadir dalam negosiasi. Dengan demikian SN tidak mungkin menyatakan bahwa hutang petambak adalah lancar.
Glenn dan Rudy, sambung Yusril menyatakan kata-kata tersebut disampaikan oleh advisornya. Ini justru membuktikan bahwa SN tidak pernah menyatakan sendiri.
“Apakah betul advisor pernah menyatakan hal tersebut, siapa nama advisornya, kapan, dimana, dan terhadap siapa disampaikan? Semua hal itu tidak pernah dibuktikan di pengadilan karena advisor tersebut tidak pernah diperiksa dan tidak pernah memberikan keterangan di persidangan’, ujarnya.
Yusril menambahakan advisor bukanlah kuasa dari SN, sehingga apabila pun benar (quad non) advisor menyatakan hal tersebut, tentu SN tidak bisa dimintai pertanggungjawaban karena advisor bukan kuasa dari SN.
Advisor tentu hanya dapat menyatakan pendapatnya sendiri dan tidak mewakili orang lain. Hal tersebut sesuai dengan bantahan SN dalam suratnya tertanggal 12 November 1999, yang sudah diungkapkan di persidangan.
"Berdasarkan keterangan dua orang saksi tersebut di atas membuktikan tidak ada misrepresentasi terhadap MSAA sebagaimana didakwakan terhadap SAT," ujarnya.
Yusril juga menyanggah pendapat hukum/legal opinion LGS bahwa SN telah melakukan misrepresentasi dalam pelaksanaan MSAA.
Menurutnya yang disampaikan oleh LGS tersebut hanyalah pendapat/opini dan bukan fakta hukum, sedangkan LGS, dalam hal ini Timbul Lubis, memberikan kesaksian sebagai saksi fakta.
Ditambah lagi dalam persidangan Timbul menyatakan seluruh data berasal dari BPPN, dan ada sejumlah data yang tidak diberikan karenanya kesimpulannya menjadi tidak lengkap.
"Dengan demikian keterangan saksi tersebut yang merupakan pendapat hukum/opini belaka bukanlah merupakan keterangan saksi yang sah dan yang dapat diterima berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Sehingga keterangannya tidak bernilai secara hukum dan harus dikesampingkan," pungkas Yusril. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tuntutan 15 Tahun Bui buat Eks Kepala BPPN Pemberi SKL BDNI
Redaktur & Reporter : Adil