MK Menolak Eksistensi TAP MPR

Yusril: PBB Laksanakan Tugas Sejarah dan Beri Alternatif jika Negara Dalam Keadaan Darurat

Jumat, 19 Januari 2024 – 07:18 WIB
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra. Foto: Dok. PBB

jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Partai Bulan Bintang (PBB) agar penjelasan Pasal 7 Ayat (1) b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang membatasi keberlakuan terhadap Ketetapan MPR hanya kepada Tap-Tap yang sudah ada dan masih berlaku saja dan tidak memungkinkan MPR membuat Tap-Tap yang baru.

Putusan MK itu adalah final dan mengikat sehingga terjawab sudah perdebatan akademis selama ini apakah MPR masih berwenang membuat Tap atau tidak.

BACA JUGA: Bamsoet Tegaskan Tap MPR tentang Etika Kehidupan Berbangsa Masih Berlaku sampai Ada UU

MK berpendapat bahwa amendemen UUD NRI 1945 telah mengubah struktur ketatanegaraan sehingga MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara. Konsekuensinya MPR tak berwenang lagi menerbitkan Tap yang kedudukannya berada di bawah UUD 1945, tetapi di atas undang-undang.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra yang memohon pengujian itu mengatakan tidak masalah jika MK memutuskan begitu.

BACA JUGA: Jadi Hakim MK, Arsul Sani Tegaskan Sudah Mundur dari Firma Hukum

Dia mengatakan partainya memohon pengujian agar MPR berwenang membuat Tap demi untuk menyelamatkan negara jika terjadi keadaan yang luar biasa seperti bencana alam, wabah penyakit/pandemi, perang dan kerusuhan sehingga pemilu tidak dapat dilaksanakan.

“Akibatnya, semua jabatan yang dipilih dengan pemilu akan kedaluwarsa dan kekuasaan negara kemungkinan besar berada dalam keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan. Dalam situasi seperti itu, PBB mempertanyakan lembaga apa yang berwenang menunda pemilu yang merupakan amanat UUD NRI 1945,” ujar Yusril.

BACA JUGA: Yusril Tegaskan Gerakan Pemakzulan Presiden Jokowi Inkonstitusional

Yusril juga menjelaskan lembaga apa yang akan berwenang nantinya untuk memperpanjang masa jabatan Presiden, DPR dan DPD.

PBB berpendapat bahwa MPR yang berwenang membuat dan mengubah UUD 1945, yang dapat melakukannya demi mencegah negara berada dalam keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan.

“Persoalan pokok yang diajukan PBB itu justru tidak dijawab MK dalam putusannya. MK hanya fokus pada hierarki peraturan perundang-undangan dan perubahan status MPR yang bukan lagi lembaga tertinggi negara,” ujar Yusril.

Menurut Yusril, MK sama sekali tidak menyinggung hukum tata negara dalam keadaan darurat yang mungkin saja terjadi.

Yusril menegaskan yang paling penting rakyat tahu ada partai politik yang sangat concern dengan situasi darurat yang mungkin saja dapat terjadi di negara ini dan bangsa ini perlu landasan untuk mengatasinya.

"Namun, kalau MK saja menganggap hal itu tidak penting untuk dijawab, maka PBB hanya mengatakan tanggung jawab sejarah partainya sudah mereka tunaikan. Marilah kita melangkah ke depan. Smoga situasi darurat itu tidak terjadi pada bangsa dan negara kita,” ujar Yusril.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler