Yusril Tanggapi soal Hak Angket dan Pemakzulan Jokowi, Ada Kata Membahayakan

Jumat, 23 Februari 2024 – 19:32 WIB
Yusril Ihza Mahendra. Foto: JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menanggapi soal hak angket mengenai kecurangan Pemilu 2024 yang disebut akan diajukan oleh capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurut Yusril, ketidakpuasan terhadap hasil pemilihan umum (Pemilu) harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK) bukan di DPR.

BACA JUGA: Tanggapi Jimly soal Hak Angket Pemilu 2024, Ganjar: Kami Tidak Menggertak

Yusril menjelaskan, keberadaan hak angket memang diatur dalam pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Aturan itu mengatur fungsi DPR dalam urusan pengawasan yang tidak spesifik, tetapi bersifat umum.

Ketentuan lebih lanjut tentang hak angket dituangkan dalam undang-undang, yakni undang-undang yang mengatur MPR, DPR, dan DPD.

BACA JUGA: Dugaan Kecurangan Pemilu, Ada Manipulasi Suara Modus Begini di Jember, Oalah

"Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak. Karena UUD 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi," ujar Yusril, Jumat (23/2(.

Selain itu, pasal 24C UUD NRI 1945 menyatakan bahwa salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilu, dalam hal ini pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.

BACA JUGA: Curigai Penghentian Rekapitulasi, SETARA Institute Ungkit Omongan Jokowi soal PSI

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2004 itu menuturkan para perumus amandemen UUD 1945 nampaknya telah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yakni melalui badan peradilan atau MK.

Hal ini dimaksudkan agar perselisihan segera berakhir dan tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.

"Saya berpendapat UUD 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan Pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” jelasnya.

Penggunaan angket, kata Yusril, dapat membuat perselisihan Pilpres 2024 berlarut tanpa kejelasan kapan akan berakhir.

Hasil angket pun hanya bebentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR.

Dari segi politik, Yusril khawatir hak angket digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai awal untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan berakhir dengan pernyataan pendapat DPR bahwa presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," kata dia.

Pun, pernyataan pendapat yang diberikan DPR harus diputus oleh MK. Kalau MK setuju dengan DPR, maka DPR harus menyampaikan permintaan pemakzulan Jokowi kepada MPR.

Kemudian, tergantung pada MPR apakah mau mengabulkan permintaan DPR atau tidak.

"Kalau 20 Oktober 2024 itu presiden baru belum dilantik, maka negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan," tambah Yusril. (mcr4/jpnn.com)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler