Kota Yuzhou di Tiongkok telah dikunci dan menjadi kota kedua di Tiongkok yang jalani 'lockdown', sementara penduduk kota Xi'an yang sudah terlebih dulu 'lockdown' mengaku sulit mengakses makanan dan kebutuhan esensial.
Setelah menemukan hanya tiga kasus tanpa gejala, Yuzhou memerintahkan satu juta penduduknya untuk tetap berada di dalam rumah dan tidak meninggalkan kota.
BACA JUGA: Bagaimana Djokovic Mendapat Izin Masuk ke Australia Padahal Tidak Divaksinasi?
Pihak berwenang di kota Xuchang, yang memiliki yurisdiksi atas Yuzhou, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa "sumber virus tidak diketahui" dan "jumlah kasus tidak jelas".
"Mengekang dan menghentikan epidemi dalam waktu sesingkat-singkatnya adalah kewajiban politik prioritas tinggi bagi semua pejabat dan penduduk Yuzhou."
BACA JUGA: Dokter Tirta: Terlalu Banyak yang Memberikan Pernyataan Soal Covid-19 Membuat Masyarakat Bingung
Pihak berwenang melarang beredarnya kendaraan di jalan-jalan di Yuzhou kecuali jika mereka memiliki izin. Pemerintah kota juga membatasi belanja warga hanya untuk kebutuhan penting.
'Lockdown' di Yuzhou dan Xi'an terjadi pada waktu yang sangat sensitif, ketika Tiongkok bersiap untuk mengadakan Olimpiade Musim Dingin Beijing, yang dibuka pada 4 Februari.
BACA JUGA: Launching Vaksinasi Merdeka Anak, Kapolri Jenderal Listyo Bilang Begini
'Sulit untuk membeli makanan secara online'Langkah-langkah ketat untuk membendung wabah adalah hal yang biasa di Tiongkok, yang masih mempertahankan kebijakan mengeliminasi setiap kasus COVID-19 bahkan setelah banyak negara lain memilih untuk hidup dengan virus tersebut.
Warga Tiongkok sebagian besar telah mematuhi kebijakan yang ketat selama pandemi, tetapi banyak keluhan yang muncul atas kebijakan tersebut, meskipun ada risiko hukuman dari otoritas Komunis.
"[Kami] tidak dapat meninggalkan gedung, dan semakin sulit untuk membeli makanan secara online," kata seorang warga Xi'an, yang memposting keluhannya di platform media sosial Weibo dengan nama Mu Qingyuani Sayno.
Pihak berwenang di Xi'an telah meyakinkan 13 juta orang yang sebagian besar terkurung di rumah bahwa mereka mampu menyediakan kebutuhan yang diperlukan warganya.
Zhang Canyou, seorang ahli yang tergabung dalam tim pencegahan dan pengendalian epidemi negara bagian, mengakui kemungkinan adanya "tekanan pasokan pangan di masyarakat".
Namun, seperti dikutip oleh kantor berita resmi Xinhua, dia mengatakan penduduk akan dijaga.
"Pemerintah akan habis-habisan mengoordinasikan sumber daya untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari dan layanan medis bagi masyarakat," katanya.
Lockdown Xi'an awalnya memungkinkan orang meninggalkan rumah setiap dua hari untuk berbelanja kebutuhan pokok, tetapi kebijakan itu kemudian diperketat dengan aturan yang bervariasi di setiap distrik, sesuai dengan tingkat keparahan wabah.
Beberapa orang tidak diperbolehkan keluar sama sekali dan harus ada barang yang diantarkan kepada mereka.
Dalam beberapa hari terakhir, orang-orang di Xi'an terlihat berbelanja di pasar pop-up, yang dilayani oleh para pekerja dengan pakaian pelindung berwarna putih dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Relawan juga mengunjungi rumah-rumah warga untuk menanyakan apa yang mereka butuhkan. Ketegangan mulai terlihat
Warga di Xi'an semakin mengeluh di Weibo karena tidak dapat mengakses kebutuhan mereka.
Dalam satu video yang dibagikan secara luas, penjaga terlihat menyerang seorang pria yang mencoba mengirimkan roti kukus kepada anggota keluarganya.
Para penjaga kemudian meminta maaf kepada pria itu dan masing-masing didenda 200 yuan (sekitar Rp400 ribu), menurut pernyataan polisi Xi'an yang diposting di Weibo.
Strategi "tanpa toleransi" Tiongkok untuk mengkarantina setiap kasus, pengujian massal, dan mencoba memblokir infeksi baru dari luar negeri membantunya menahan wabah sebelumnya.
Namun, 'lockdown' yang diterapkan jauh lebih ketat daripada semua 'lockdown' yang terlihat di Barat, dan telah menimbulkan dampak yang luar biasa pada ekonomi dan kehidupan jutaan orang.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari artikel ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Riza Patria: Sekolah di DKI Jakarta Wajib Tutup 5 Hari Bila Ada Kasus Covid-19