Zonasi Pendidikan Cegah Jual Beli Kursi dan Pungli

Jumat, 03 Mei 2019 – 08:33 WIB
MENDORONG PEMERATAAN: Sistem zonasi bukan hanya untuk PPDB maupun ujian nasional, tetapi juga untuk dasar redistribusi dan pembinaan guru sekaligus pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan. Foto: Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) merupakan strategi jangka panjang untuk menata sistem pendidikan di Indonesia.

Saat ini, ada 2.580 zona pendidikan yang telah dipetakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

BACA JUGA: Tak Lagi di Pusat, MGMP Akan Gunakan Sistem Zonasi

Kemendikbud menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tahun pelajaran 2019/2020.

Penerapan sistem zonasi dalam pelaksanaan PPDB merupakan upaya untuk mempercepat pemerataan layanan dan mutu pendidikan di Indonesia.

BACA JUGA: PPDB 2019: Di Luar Zonasi Porsi 10 Persen

’’Adanya sistem zonasi ini diharapkan tidak hanya dapat mempercepat pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia, tetapi juga dapat menjadi cetak biru oleh Kemendikbud dalam mengidentifikasi masalah-masalah pendidikan di seluruh daerah,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.

Dia menegaskan bahwa dinas pendidikan dan sekolah negeri wajib mengedepankan prinsip akuntabilitas, objektivitas, transparansi, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Hal itu merupakan bentuk antisipasi adanya praktik jual beli kursi.

BACA JUGA: Zonasi PPDB 2019 Sudah Dibagi tapi Juknis Pelaksanaan Belum Terbit

”Jangan sampai ada praktik jual beli kursi dan jangan ada pungutan liar,” tegasnya.

Meski demikian, Muhadjir tak memungkiri dalam pelaksanaan sistem zonasi itu memang ada beberapa yang melampaui batas-batas wilayah administrasi.

”Namun, itu tidak masalah karena beda kecamatan asalkan satu zona, bisa saja,” lanjut Muhadjir.

Menurut dia, masing-masing pemerintah daerah tentunya memiliki platformdan telah merevisi kebijakan zonasi yang sudah dilakukan.

Maka, diperlukan kerja sama antara dinas pendidikan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi untuk menetapkan zona.

”Secara umum, semua daerah sudah mengadopsi sistem zonasi ini. Hal yang sifatnya taktis kami serahkan sepenuhnya kepada kabupaten/kota. Jadi, kita hanya memberikan garis besarnya. Silakan implementasinya disesuaikan dengan kaidah di daerah itu. Sistemnya bisa daring, bisa juga tidak, tergantung kemampuan daerah,” jelasnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad menerangkan, satuan jarak rumah kini diatur dalam permendikbud.

Menurut dia, hal terpenting dalam penerapan PPDB adalah membuat anak mendapatkan layanan pendidikan yang terdekat dari rumah/tempat tinggalnya.

’’Apabila dalam satu zona kelebihan kuota atau daya tampungnya tidak mencukupi, dinas pendidikan wajib mencarikan sekolah. Jangan dibiarkan anak dan orang tua kesulitan mendapatkan sekolah,” tegas Hamid.

Lebih jauh Hamid menyampaikan kembali bahwa pelaksanaan PPDB dapat menggunakan metode dalam jaringan (daring) atau online maupun manual.

Namun, pemerintah pusat merekomendasikan agar pelaksanaan PPDB itu menggunakan metode online untuk mencegah campur tangan yang bermacam-macam dari berbagai pihak yang mengganggu proses dan integritas PPDB.

Selain itu, lanjut Hamid, sistem zonasi 2019 tidak hanya ditujukan untuk PPDB maupun ujian nasional. Namun, penerapan zonasi bisa juga digunakan untuk dasar redistribusi dan pembinaan guru sekaligus pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan.

’’Sarpras (sarana-prasarana, Red) di dalam zona itu bisa saja yang digunakan bersama. Begitu pula pembinaan peserta didik,” tutur Hamid.

Terkait hal itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Supriano menambahkan, penerapan zonasi untuk redistribusi guru merupakan upaya Kemendikbud dalam mencegah penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya guru dan tenaga pendidik, dalam suatu wilayah tertentu.

’’Kami akan melakukan pendistribusian guru yang kemungkinan rasionya 1 banding 17,” ungkap pria yang akrab dipanggil Ono itu.

Dia mengungkapkan, saat ini jumlah guru di Indonesia cukup banyak, tetapi ada masalah dalam hal distribusi.

Biasanya, populasi guru menumpuk di sekolah sekolah favorit. Karena itu, Kemendikbud segera melakukan pemetaan penumpukan guru.

’’Memang seharusnya tidak ada lagi istilah sekolah favorit. Maka, guru-guru perlu didistribusikan secara merata agar semua sekolah bisa menjadi favorit semua,” ungkapnya. (tih/c6/wir)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rudi Ingin Batam Dikenal sebagai Kota Pendidikan Selain Pusat Industri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler