100 Buku Diterbitkan Kembali jelang Sumpah Pemuda
jpnn.com, JAKARTA - Para penulis memilih 100 buku yang mewarnai sejarah dan budaya Indonesia sejak era kolonial jelang menyambut Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2021.
Persatuan Penulis Indonesia Satupena mengambil inisiatif agar buku penting itu kembali bisa diakses publik. Denny JA selaku ketua umum Satupena menampung aspirasi itu.
“Dua hal yang kami lakukanPertama, memilih 100 judul buku itu melalui kriteria, survei dan penilaian para ahli. Kedua, berupaya menerbitkan kembali 100 buku itu dalam bentuk Print on Demand," ujarnya.
Ini contoh beberapa judul buku yang terpilih dalam daftar 100 buku itu. Di bawah Bendera Revolusi karangan Bung Karno (1959).
Renungan Indonesia karangan Sutan Sjahrir (1947). Demokrasi kita dikarang Bung Hatta (1963). RA Kartini menulis Habis Gelap Terbitlah Terang (1922).
Marah Rusli menulis Siti Nurbaya (1922). Layar Terkembang karya Takdir Alisjahbana (1936). Azab dan Sengsara karya Merari Siregar (1920). Perburuan oleh Pramudya Ananta Toer (1950).
Itulah contoh buku fiksi dan nonfiksi yang memengaruhi batin, sejarah dan budaya Indonesia. Tapi banyak buku lain yang juga berpengaruh.
Di manakah buku- buku itu kini berada? Seandainyapun buku itu dijumpai, sangat mungkin susah dibaca insan zaman kini karena berbedanya ejaan dan tata bahasa.