100 Pakar Kesehatan Menuntut Pendekatan Pengendalian Tembakau Direvisi
“WHO menjawab ‘tidak tahu’ ketika menanggapi pertanyaan mengenai tingkat risiko vape dibanding rokok konvensional. Padahal vape sudah jelas memiliki risiko yang lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa WHO salah mengartikan bukti ilmiah yang sudah ada,” timpal Profesor John Britton, University of Nottingham, Inggris.
Indonesia sendiri tidak menandatangani FCTC karena peraturan pengendalian tembakaunya merujuk pada PP Nomor 109 Tahun 2012. Namun, seruan para ahli untuk mengadopsi pengurangan dampak buruk tembakau dalam upaya pengendalian tembakau tetap relevan untuk negara yang ingin mengurangi prevalensi perokok, termasuk dalam hal ini Indonesia.
Hal ini sejalan dengan pernyataan David Nutt, Guru Besar Imperial College, London. “Vape dan snus (produk tembakau alternatif) memiliki potensi untuk menjadi kemajuan inovasi kesehatan abad ini. WHO harus mengambil kesempatan ini, bukan malah menghalanginya,” ujar Nutt pada forum daring The Counterfactual.
Saat ini produk tembakau alternatif sudah masuk ke Indonesia, tetapi belum ada regulasi yang mumpuni untuk mengoptimalkan manfaat produk tembakau alternatif ini. (dil/jpnn)