147 Pastor Papua Meminta Semua Pihak Hentikan Kekerasan
Selain penembakan sejumlah pemuka agama, para pastor juga mencatat insiden lain seperti kasus ujaran rasis yang pecah di Surabaya, Jawa Timur, di mana mahasiswa Papua disebut 'monyet' pada Agustus 2019 yang memicu aksi protes di Papua.
Ada pula penangkapan yang dilakukan aparat terhadap anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merefleksikan penentangan terhadap orang asli Papua, mengingat MRP adalah institusi negara yang sah dan dilindungi oleh hukum sesuai dengan Undang-undang Otonomi khusus Papua.
Seruan kepada pihak yang bertikai, Presiden, sampai KWI
(Supplied: ANTARA FOTO/Gusti Tanati.)
Berbicara mewakili 147 pastor di Papua, Pastor Alberto John Bunay yang merupakan Pastor Pembina Orang Muda Katolik Keuskupan Jayapura mengatakan, landasan dari seruan ini adalah keselamatan umat Tuhan yang mereka layani di Papua.
"Kami merasa terpanggil untuk menjadi corong untuk menyuarakan hati nurani umat yang dipercayakan Tuhan dalam misi penggembalaan kami di seluruh tanah Papua. Kami menyuarakan rintihan hati nurani mereka yang lumpuh, semua yang tidak berdaya, mereka semua yang hidup dalam kecemasan dan ketakutan di seluruh tanah Papua, terutama di kampung-kampung di pedalaman."
Ada sepuluh poin yang diserukan oleh ke-147 pastor ini kepada berbegai pihak. Seruan yang pertama ditujukan kepada kedua kelompok yang bertikai, yaitu TNI/POLRI dan TPN OPM, untuk segera menghentikan kekerasan bersenjata dan membuka ruang untuk berunding dan berdialog.
"Kekerasan akan melahirkan dendam, dan kekerasan yang baru akan membunuh kehidupan. Sadarlah bahwa keselamatan nyawa manusia tidak berada di ujung laras senjata, Saudara sekalian."
Seruan yang kedua ditujukan kepada Presiden Joko Widodo sebagai Panglima Tertinggi, agar segera menggelar pertemuan dengan Kapolri dan Panglima TNI untuk mengevaluasi dampak dari penambahan pasukan di Papua, serta segera menarik pasukan TNI dan POLRI dari seluruh tanah Papua.