17 Kali Gelar Perkara, Bukukan True Story Gerakan Sergap Buronan
Kamis, 03 Desember 2009 – 05:52 WIB
Kesan Ota selama dua bulan di KPK, hampir sama dengan yang dirasakan Waluyo. Wakil Ketua KPK bidang pengawasan internal itu mengaku," Energi kita banyak terbuang karena masalah itu (kasus kriminalisasi Chandra-Bibit, red)." Saat ditanya apa yang sudah dilakukan selama dua bulan menjadi pimpinan KPK, pria kelahiran Klaten 16 Desember 1956 itu memberikan jawaban dengan perumpamaan.
Dikatakan, ibarat menanam tumbuhan, masa dua bulan itu terlalu singkat. "Kalau menaman di hari pertama, maka di hari ke-60 pasti belum bisa panen," ucapnya. Terlebih lagi, gerakan KPK untuk mengungkap kasus itu memakan waktu lama karena prinsip kehati-hatian. Jika sebuah kasus sudah masuk penyidikan, maka itu pasti sudah ditemukan indikasi-indikasi korupsi. Pendamping hidup Henny Listyorini itu paham betul mengenai konsep pencegahan korupsi. Maklum, dia mantan Deputy Pencegahan KPK.
Katanya, korupsi terjadi karena ada niat dan kesempatan. Dan seseorang yang punya jabatan, punya peluang untuk menyalahgunakan kewenangannya. "Maka sistem harus dibenahi agar kesempatan berkurang," katanya. Dalam proses pengadaan barang dan jasa misalnya, perlu segera diterapkan sistem e-procurement. Yang pasti, lanjutnya, upaya pemberantasan korupsi itu perlu proses panjang, bukan hanya dengan penindakan. "Karena ini menyangkut pola pikir, pola tindak, dan sikap masyarakat terhadap perilaku korupsi itu sendiri. Jika masyarakat toleran terhadap koruptor, maka korupsi sulit diberantas."