3 Alasan Mengapa Lelang Gula Rafinasi Harus Ditinjau Ulang
"Selain itu, mewajibkan semua pelaku usaha dari berbagai tingkatan untuk mengikuti lelang gula rafinasi juga tidak efektif. Kita tidak bisa menyamakan kebutuhan mereka. Kalau pelaku usaha yang tergolong dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus membeli sesuai angka minimal yaitu 1 ton, tentu hal ini akan memberatkan ongkos produksi. Kebutuhan UMKM tidak sampai sebanyak itu," terang Hizkia dalam keterangannya, Rabu (3/1).
Pasar lelang gula rafinasi yang digelar secara elektronik juga dinilai akan memberatkan UMKM. Hal ini disebabkan masih relatif minimnya pemahaman mereka terhadap teknologi dan belum tersedianya sarana untuk mengakses hal tersebut.
Di samping itu tidak sedikit pelaku usaha yang sudah memiliki kontrak pembelian gula rafinasi untuk jangka panjang. Keharusan untuk mengikuti lelang dan membayar fee menurut Hizkia justru akan menambah beban mereka. Sebelum menggunakan sistem lelang, para pelaku usaha membeli gula langsung ke produsen dengan menggunakan sistem kontrak.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) beralasan mereka memberlakukan sistem lelang karena ingin memfasilitasi pelaku usaha agar bisa membeli gula rafinasi langsung dari produsen. Namun persyaratan yang ditetapkan nyatanya memberatkan mereka.
"Mengomentari anggapan pelaku usaha sering dianggap menimbun gula, saya pikir hal ini tidak berdasar karena mereka tentu ingin membeli dan menggunakan bahan baku sesuai dengan kebutuhan karena sangat menyangkut biaya produksi," tegasnya.
Pasar lelang gula kristal rafinasi akan menggelar transaksi jual beli dengan menggunakan metode permintaan beli (bid) dan penawaran jual (offer). Volume penjualan atau pembelian yang diizinkan adalah sebanyak 1 ton, 5 ton dan 25 ton. Kemendag menunjuk PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) sebagai penyelenggara pasar lelang gula kristal rafinasi.(dkk/jpnn)