3 Tantangan Utama dalam Memajukan Hak Difabel
jpnn.com - JAKARTA - Aktivis hak penyandang disabilitas Sunarman menyebut minimnya akses untuk difabel menjadi persoalan yang harus segera diselesaikan pemangku kepentingan.
"Diperlukan political will yang kuat dari dari para pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah untuk merealisasikan hak-hak para penyandang disabilitas," kata Sunarman dalam diskusi bertajuk Sudah Saatnya Difable Menjadi Warga Kelas Satu, di kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat pada Kamis (19/1).
Pria yang selama lima tahun bergabung di Kantor Staf Presiden (KSP) itu mengatakan masih ada tiga tantangan utama yang harus dihadapi dalam memajukan hak penyandang disabilitas, yakni:
- Hambatan sosial budaya yang memengaruhi pola pikir terhadap kaum disabilitas
- Hambatan fisik dan geografis dalam pemberian pelayanan
- Ketidaktersediaan data tunggal yang komprehensif dan terpilah tentang penyandang disabilitas
"Ketiga hal tersebut masih menjadi kendala utama," ujar Sunarman.
Menurutnya pemerintah telah memberikan jaminan kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas. Hal tersebut tertuang dalam UUD 1945, yang memberikan jaminan persamaan hak bagi setiap warga negara di berbagai aspek kehidupan, antara lain meliputi bidang kesehatan, pendidikan, pekerjaan, sosial, agama, dan politik.
"Pengakuan hak ini tentunya juga berlaku bagi penyandang disabilitas. Sayangnya, minimnya akses penyandang disabilitas terhadap pelayanan kesehatan serta ketersediaan Jamkes (jaminan kesehatan) masih terlihat jelas," tuturnya.
Sunarman menjelaskan, dari 28 juta penyandang disabilitas di Indonesia, 31 persen atau 8,6 juta orang belum memiliki Jamkes. Padahal mereka merupakan kelompok rentan yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
"Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menggunakan pendekatan sosial dan HAM tertulis jelas bahwa penyandang disabilitas dipandang sebagai bagian dari keberagaman yang memiliki hak asasi yang sama dan setara dengan individu lainnya," katanya.