40 Akademisi Kirim Surat ke Presiden Jokowi
jpnn.com - JAKARTA--Sebanyak 40 akademisi mengirim surat untuk Presiden Joko Widodo meminta penghentian kasus Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto di Bareskrim Polri. Mereka menilai ada kriminalisasi terhadap Bambang.
"Kasus kriminalisasi Bambang Widjojanto, komisioner KPK nonaktif, adalah sejarah kelam dari perjuangan untuk memberantas korupsi di bumi pertiwi. Tanpa disadari telah berlawanan dengan perintah Bapak Presiden tentang penghentian upaya kriminalisasi," tulis para akademisi dalam surat yang disampaikan melalui pers rilis pada wartawan, Minggu (4/10).
Adapun beberapa akademisi yang menandatangani surat itu di antaranya Dosen FHUI Gandjar LB dan Febby Mutiara Nelson, Dosen FH Universitas Airlangga Syaiful Aris, dan Dosen FH UGM Oce Madril.
Ada beberapa alasan para akademisi ini meminta penghentian penyidikan. Pertama, kasus yang disangkakan kepada BW, sapaan Bambang, adalah saat yang bersangkutan menjalankan profesi sebagai penasehat hukum. Maka, dalam menjalankan tugas itu seharusnya BW dilindungi oleh Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Dalam ketentuan tersebut disebutkan advokat tidak bisa dituntut baik secara perdata atau pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan kliennya di pengadilan.
Kemudian, dikuatkan dua surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh PERADI. Pertama surat PERADI 15 Maret 2015 yang ditujukan pada Kapolri perihal peninjauan kembali status tersangka Bambang Widjojanto.
Lalu putusan Komisi Pengawas PERADI 15 Mei 2015, didasarkan atas pemeriksaan panel setelah memeriksa pelapor, saksi dan terlapor didapat kesimpulan bahwa tidak ditemukan fakta dan bukti adanya pelanggaran kode etik atas terlapor (Bambang Widjojanto).
Para akademisi yang juga merujuk pada surat rekomendasi Ombudsman RI terhadap hasil pemeriksaan terhadap proses penanganan perkara. Dari Ombudsmen diketahui bahwa perkara tidak didahului oleh serangkaian proses penyelidikan. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 1 angka 2 dan angka 5 KUHAP serta Pasal 4 dan Pasal 15 Perkap Nomor14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.