900 Pasien Ikuti Uji Coba Massal Obat untuk Corona
jpnn.com, JENEWA - Sekitar 900 orang dari 90 negara mengikuti uji coba massal (solidarity trial), program yang diselenggarakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), guna mengetahui keampuhan obat-obatan yang telah digunakan untuk pasien COVID-19, kata Direktur Jenderal WHO, dr Tedros Adhanom Ghebreyesus di Jenewa, Swiss.
"Uji coba massa itu dilakukan demi mengevaluasi keamanan dan keampuhan dari satu obat tertentu dan kombinasi beberapa obat," kata Ghebreyesus dalam sesi pengarahan harian, Rabu (15/4), yang disiarkan laman resmi WHO, sebagaimana dipantau di Jakarta, Kamis (16/4).
Menurut dia, uji coba massal atau solidarity trial itu juga bertujuan untuk mempercepat penelitian dan pengembangan pengobatan serta uji coba vaksin COVID-19, penyakit menular yang disebabkan jenis baru virus corona (SARS-CoV-2).
Dalam laman resminya, WHO menyebutkan sejumlah obat-obatan yang jadi objek uji coba, di antaranya Remdesivir; Lopinavir/Ritonavir; Lopinavir/Ritonavir dengan Interferon beta-1a; dan Chloroquine atau Hydroxychloroquine (obat anti-malaria).
WHO menjelaskan Remdesivir merupakan obat yang sempat diuji coba untuk merawat penderita Ebola. "Obat itu memperlihatkan hasil menjanjikan saat diuji coba ke hewan yang menderita Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS), yang keduanya disebabkan virus corona. Hasil itu menunjukkan kemungkinan obat dapat bekerja untuk pasien COVID-19," demikian tulis WHO.
Sementara itu, Lopinavir/Ritonavir merupakan obat yang terdaftar untuk pasien HIV, tetapi belum pernah ada bukti klinis yang menunjukkan pil itu dapat menyembuhkan MERS, SARS, dan COVID-19, atau menghentikan penularan.
Akan tetapi, obat itu tetap jadi objek penelitian demi memastikan efektivitas penggunaan Lopinavir/Ritonavir terhadap pasien COVID-19. "Sejauh ini hasil penelitian di labratorium menunjukkan ada indikasi kombinasi obat ini (dengan yang lain) mungkin efektif menyembuhkan penyakit COVID-19, tetapi sejauh ini belum ada kesimpulan yang final," terang WHO.
Dalam keterangannya, para pakar di WHO turut mengombinasikan penggunaan Lopinavir/Ritonavir dengan Interferon beta-1a, obat yang digunakan banyak penderita sklerosis, gangguan saraf pada otak, mata, dan tulang belakang.