Ada Baiknya Mulai Mendorong Gerakan Kembali ke UUD 1945 Asli
jpnn.com - JAKARTA - UUD 1945 telah mengalami empat kali amandemen. Namun, kondisi belum berubah signifikan, terutama dalam hal kesejahteraan rakyat.
Bahkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dianggap belum bisa mewujudkan cita-cita konstitusi. Karenanya, sejumlah elemen mendorong adanya amandemen kelima atas UUD 1945.
Harapan itu muncul dalam diskusi diskusi publik Amandemen ke-5 atau kembali kepada UUD 1945 Asli yang diselenggarakan oleh Angkatan Muda Samudera Raya (Amara) di Jakarta, Jumat (7/10/2016). Pembicara yang hadir dalam diskusi itu antara lain mantan Ketua DPR Akbar Tanjung, politikus Partai Demokrat (PD) Achmad Mubarok, Ketua Gerakan Cinta Tanah Air Syamsuddin Anggir Monde, praktisi hukum Taufik Budiman, serta Ketua Amara Herfan Nurmansa
Dalam diskusi yang dipandu mantan anggota DPR Hatta Taliwang itu Herfan mengatakan, akhir-akhir ini suara tentang perlunya mengamandemen UUD 1945 kembali bergulir dengan segala kontroversinya. “Saya pikir ini yang perlu didiskusikan bersama," katanya.
Menurut dia, sebagian kalangan nasionalis menginginkan amandemen untuk mengembalikan UUD 1945 ke naskah asli dengan segala risikonya. Terutama untuk menembalikan kewenanganMPR RI sebagai lembaga tertinggi negara.
Herfan menegaskan, UUD 1945 hasil amandemen ternyata justru menyuburkan globalisasi dan liberalisasi. “Globalisasi tidak bisa mensejahterakan ekonomi Indonesia yang gemah ripah loh jinawi sesuai mandat Pembukaan UUD 1945, melainkan mengembangkan secara liar sistem pasar bebas ala neoklasik," ujar Herfan.
Ia menambahkan, UUD 1945 hasil amandemen tidak lagi menekankan amanat tentang kedaulatan rakyat yang mestinya berdasarkan hikmat permusyawaratan dalam perwakilan melalui MPR. Amandemen justru melahirkan demokrasi yang mengandalkan kekuatan uang dan pragmatisme kekuasaan sehingga memunculkan faksi-faksi.
“Bahkan menihilkan Bhinneka Tunggal Ika serta lemahnya penegakan hukum dan mekanisme checks and balances,” ulasnya.