Ada Daerah Sediakan Anggaran Pendidikan di Bawah 20 Persen
jpnn.com, BATU - UUD Negara Republik Indoensia Tahun 1945 (UUD 1945) mengatur bahwa jumlah anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN atau minimal 20 persen dari APBD.
Sayangnya, tidak semua daerah memberlakukan ketentuan tersebut. Anggota MPR Fraksi Partai Golkar Dr. Deding Ishak, pernah menemukan bukti, ada daerah yang anggaran pendidikan jauh di bawah ketentuan tersebut. Bahkan ada daerah yang hanya mengalokasikan anggaran 7 persen dari APBD.
“Ini sangat memprihatinkan, karena ini menunjukkan bahwa rendahnya visi kita terkait soal yang sangat fundamental untuk sebuah daerah yang ingin maju,” kata Deding.
Saat berbicara di depan 100 peserta Training of The Trainer Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan metode Pendidikan Bela Negara pada sesi tiga pemaparan materi di Sanghasari Resort, Kota Batu, Sabtu (18/11/2017), Deding memaparkan materi tentang “Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.” Salah satu hak dan kewajiban warga negara Indonesia itu adalah di bidang pendidikan.
Sebetulnya, menurut Deding, kita sangat potensial di bidang sumber daya alam, tapi kita tertinggal jauh karena tidak mampu mengolah sumber daya alam secara mandiri. Hal itu akibat terbatasnya sumber daya manusia. Penyebabnya karena faktor pendidikan yang rendah.
Untuk mengejar ketertinggalan ini, menurut Deding, kita harus melakukan lompatan yang luar biasa. “Maunya bukan 100 persen, tapi 1000 persen, dan itu penting untuk daerah,” ungkap Deding sebagai bentuk keprihatinannya betapa jauh tertinggalnya kita di bidang pendidikan.
Menurutnya, salah satu faktor utama penyebab kemiskinan adalah karena terlalu rendahnya pendidikan. Lain halnya, kalau ada pengetahuan, ada ketrampilan, maka di daerah setempat akan muncul wirausaha baru, dan ada pelatihan maka dengan sendirinya kemiskinan akan turun. Jadi, kita harus menyiapkan masyarakat yang terdidik, masyarakat yang terlatih, dan tentunya masyarakat kelas menengah.
“Dalam kondisi demikian, kita tidak lagi memprioritas pendidikan untuk menjadi pekerja, melainkan untuk menjadikan masyarakat mandiri, masyarakat yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan,” katanya.