Ada Enam Retakan Tanah di Kompleks Makam Raja – Raja Imogiri
Guna mengantisipasi enam retakan tak longsor, Wahyu menyarankan beberapa langkah mitigasi Di antaranya menutup retakan tanah dan mahkota longsor. Dengan material kedap air seperti terpal. Langkah lainnya adalah membersihkan material yang tidak stabil di sekitar retakan. Misalnya, bongkahan bebatuan.
”Lakukan juga penataan sistem dan desain drainase agar air tidak mengalir bebas di permukaan,” sarannya.
Dalam kesempatan itu, Wahyu juga menyinggung beberapa penyebab Sungai Celeng meluap. Antara lain, tingginya curah hujan. Di mana saat itu curah hujan 148 mm per hari. Itu diperparah dengan buruknya saluran drainase. Jadi, volume tubuh Sungai Celeng tak mampu menampung debit air.
”Lokasi yang banjir merupakan pertemuan antara anak sungai dengan sungai utama (Sungai Celeng, Red),” bebernya.
Dari itu, kata Wahyu, Tim Geologi UGM menyarankan pembuatan sumur resapan, perbaikan drainase, pembuatan embung, hingga reboisasi. Tujuannya, sebagai upaya mitigasi dari bencana banjir.
Serta kampanye pembuatan jugangan (tempat pembuangan sampah, Red). Sebab, sistem pengelolaan sampah tradisional ini berguna sebagai resapan air.
”Saya lihat masyarakat sekarang tidak banyak lagi yang mempunyai jugangan,” katanya.
Pada bagian lain, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIJ mulai mengambil langkah pemulihan dampak longsor di kompleks makam raja-raja di Imogiri. Persisnya di area calon makam HB X. Itu setelah dua korban longsor di RT 02 Pajimatan, Kedungbuweng, Wukirsari, Imogiri ditemukan Rabu (20/3).