Ada Lord Luhut…
Oleh: Dhimam Abror DjuraidPraktik double standard dan conflict of interest para elite politik sudah lama menjadi sorotan para aktivis. Kaitan oligarki politik dengan bisnis batu bara di Kalimantan diungkap dalam sebuah laporan hasil investigasi para aktivis.
Nama-nama elite politik papan atas disebut jelas dalam laporan itu. Dalam laporan bertajuk "Coalruption: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batu Bara’’ (2018), aktivis Jaringan Tambang mengungkap bisnis batu bara menjadi salah satu sumber utama pendanaan politik Indonesia, mulai dari level daerah sampai ke tertinggi nasional.
Pemain kunci di industri batu bara memainkan peranan penting dalam pemilihan presiden. Hal yang sama terjadi di tingkat provinsi dan kabupaten.
Para kandidat mencari sumber pendanaan kampanye yang mahal kepada para pengusaha tambang.
KPK dan organisasi masyarakat sipil mencatat adanya kenaikan tajam jumlah izin pertambangan saat kampanye pilkada atau segera setelah pilkada selesai.
Kebutuhan terhadap modal politik yang besar, keterkaitan erat dengan peraturan pemerintah, adanya royalti dan pajak, serta ketergantungan terhadap infrastuktur pemerintah untuk mengirimkan batu bara ke pasar, menjadikan sektor itu terpapar korupsi politik akut.
Perusahaan pertambangan batu bara harus berurusan dengan pejabat publik, dan hal ini mendorong terjadinya perselingkuhan antara perusahaan, birokrat, dan politisi. Perselingkuhan seperti ini terjadi di level daerah sampai ke level pusat.
Para elite politik itu menyatukan kepentingan bisnis dengan kepentingan politik. Inisial elite yang disebut ialah ARB, pemilik perusahaan batu bara BR dan menjadi elite parpol anggota koalisi pendukung pemerintah.