Ada Tren Kebebasan Sipil Memburuk di Era Presiden Jokowi
jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan adanya tren memburuknya sejumlah indikator kebebasan sipil. Temuan itu merupakan hasil survei LSI yang bertitel Modal dan Tantangan Kebebasan Sipil, Intoleransi dan Demokrasi di Pemerintahan Jokowi Periode Kedua.
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengungkapkan, makin banyak publik yang menganggap masyarakat sekarang takut berbicara tentang politik. “Angkanya 43 persen, dibanding 2014 yang hanya 17 persen,” ujarnya dalam paparan survei LSI di Jakarta, Minggu (3/11).
Selain itu, ada kenaikan persentase responden yang mengkhawatirkan penangkapan semena-mena oleh aparat penegak hukum. Kenaikannya dari 24 persen pada 2014 menjadi 38 persen.
Sementara responden yang menyatakan sekarang warga takut berorganisasi juga naik dari 10 persen pada 2014 menjadi 21 persen. Hal yang sama juga terjadi dalam hal ketidakbebasan beragama dari 7 persen pada 2014 menjadi 13 persen.
"Dalam hal kebebasan pers juga tampak belum menggembirakan. Mereka yang beranggapan bahwa media massa kita bebas dan tidak disensor pemerintah cukup banyak yakni 43 persen. Namun yang menyatakan tidak bebas dan disensor pemerintah juga besar yaitu 38 persen," ungkap dia.
Djayadi menyebut temuan-temuan itu menunjukkan bahwa masyarakat merasakan kebebasan sipil yang menjadi fondasi demokrasi belum baik. "Bahkan cenderung memburuk," ujarnya.
Meski demikian, Djayadi menganggap pemerintahan Jokowi memiliki modal besar untuk menjawab tantangan itu. Djayadi mengatakan, ada tren penguatan keyakinan bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah landasan berbangsa dan bernegara yang paling baik.
Selama tiga tahun terakhir juga ditemukan tren penguatan jati diri kebangsaan yang dibarengi dengan pelemahan identitas keagamaan dan kesukuan. Selain itu, tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Jokowi juga masih baik, di tingkat 70 persen, sedangkan komitmen warga terhadap demokrasi masih tinggi yakni di atas 80 persen.