Ada yang Nyaman, Ada Juga yang Ketemu Jodoh
“Saya tara (tidak, red) mau kasih repot anak-anak. Saya bafikir (memikirkan, red) anak mantu nanti (yang akan direpotkan jika ia tinggal bersama keluarganya, red),” tutur Aisyah lirih seperti dilansir Harian Malut Post (Grup JPNN.com).
Berbeda dengan Aisyah yang nampak enjoy berada di Himo-Himo, sahabat karibnya, Sumiyati, terlihat sedih dengan keberadaannya di panti sosial itu. Sumiyati yang berasal dari Surabaya, Jawa Timur, itu mengaku rindu dengan anak dan kampung halamannya. Anak Sumiyati sendiri tinggal di Surabaya. Namun karena keterbatasan biaya, sang anak tak bisa membawa pulang Sumiyati yang datang ke Maluku Utara melalui program transmigrasi. Ia juga kerap menangis. Emosi perempuan berusia 60 tahun itu terkadang memang kurang stabil.
“Saya dulu di Subaim (daerah transmigrasi di Halmahera Timur, red). Suami saya meninggal di Ternate,” kisah Sumiyati dalam bahasa Jawa.
Tak banyak yang bisa dikupas dari Sumiyati. Selain kemampuan berkomunikasinya yang terbatas, sebagian ingatannya juga tak lagi bisa diandalkan. Ia mengaku diantar ke panti oleh warga Salero. Sumiyati hidup terlantar lantaran tak memiliki keluarga di Malut. Uniknya, di Himo-Himo, Sumiyati dinikahi oleh sesama penghuni panti lainnya, Ibrahim Tasman.
Sayangnya, Ibrahim sedang tak berada di tempat ketika Malut Post menyambangi Himo-Himo.
“Bram (panggilan Ibrahim, red) sedang kerja di pasar. Narik gerobak orang,” kata Sumiyati.
Diakui Taeba, ada penghuni panti yang kerap meninggalkan panti untuk mencari uang tambahan. Biasanya para penghuni ini hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan yang tak menguras banyak tenaga. Pihak panti sendiri tak bisa melarang mereka, sebab larangan hanya akan menghasilkan perdebatan.
”Yang penting sorenya mereka pulang ke sini. Dan pekerjaan yang dilakukan juga tidak berbahaya. Seperti Wa Ina (salah satu penghuni panti, red), misalnya, yang suka nyapu di Polres Ternate. Biasanya mereka mencari tambahan uang rokok saja seperti Bram ini,” katanya.