Ada yang Patah Kaki dan Terluka Parah
Pepohonan meranggas karena daunnya gugur. Hanya rumput liar yang beberapa daunnya masih menghijau.
’’Waktu hujan abu semalaman, besoknya semuanya mati,’’ kata Kepala Dusun Geliang Nengah Artana kepada Jawa Pos.
Sejak status Gunung Agung naik menjadi awas pada 22 September lalu, sudah dua kali warga Dusun Geliang mengungsi.
Terakhir, mereka berbondong-bondong meninggalkan rumah pada 27 November lalu ketika Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meningkatkan status gunung tertinggi di Bali tersebut dari level III ke level IV. Ternak dan peliharaan ditinggalkan karena tidak ada waktu untuk membawanya serta.
Hewan-hewan yang ditinggal di kampung tidak sanggup bertahan hidup. Ada yang mati kelaparan. Ada pula yang keracunan.
Menyadari kondisi yang semakin buruk, Artana pun menghubungi relawan penyelamat satwa. Dia meminta satwa yang bisa diselamatkan dari dusunnya segera dievakuasi.
Jakarta Animal Aid Network (JAAN) langsung merespons permintaan Artana. Bersama jaringan relawan satwa yang bergerak selama Gunung Agung bergejolak, mereka mengirimkan tim ke Dusun Geliang.
Sekitar pukul 08.00 Wita, mereka sudah bertolak dari Denpasar. Dua jam berikutnya, tim sudah berada di crisis center di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.