Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Ahmad Basarah: UU ASN Berikan Sanksi Pemecatan ASN yang Selewengkan Pancasila

Sabtu, 03 Oktober 2020 – 11:45 WIB
Ahmad Basarah: UU ASN Berikan Sanksi Pemecatan ASN yang Selewengkan Pancasila - JPNN.COM
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Surat Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung, Muhammad Soleh, yang mengintruksikan agar semua siswa-siswi SMA/SMK di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membaca buku Muhammad Al-Fatih 1453 karya tokoh Hizbut Tahrir Felix Siauw menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

Menanggapi kontroversi itu, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyatakan memang tidak sepatutnya aparat pemerintah pembuat kebijakan pendidikan nasional memberikan instruksi yang kontra-produktif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan ideologi Pancasila.

“Seperti kita tahu, penulis buku itu adalah tokoh organisasi yang dibubarkan oleh pemerintah karena asas organisasinya berlawanan dengan Pancasila. Karena itu, saya menilai wajar saja jika kontroversi muncul karena banyak orang dengan gampang menduga buku itu merupakan bagian dari propaganda terselubung pengusung ideologi transnasional,” kata Ahmad Basarah di Jakarta, Jumat (2/10/2020).

Kontroversi itu bermula dari munculnya surat Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung bernomor: 420/1109.f/DISDIK tanggal 30 September 2020. Isinya menginstruksikan seluruh siswa/siswa di seluruh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membaca buku karangan Felix Siauw tentang sejarah khalifah ketujuh Turki Ustmani yang berkuasa pada 1444 - 1446 dan 1451 – 1481, lalu membuat rangkuman isi buku, untuk kemudian mengumpulkan rangkuman mereka di sekolah masing-masing.

Setelah itu, semua sekolah wajib melaporkan hasil karya siswa masing-masing ke Kantor Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Babel, lalu Kantor Cabang Dinas Pendidikan melaporkannya kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Babel paling lambat 18 Desember 2020.

“Saya tidak habis pikir, jika alasan mewajibkan buku tokoh bangsa asing ini adalah agar para siswa meneladani kepahlawanan dan kepemimpinan tokoh-tokoh di masa lalu. Padahal masih banyak keteladanan dan ketokohan pahlawan nasional yang layak dibaca. Apa kurangnya ketokohan Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, KH. Hasyim Asy'ari, Bung Karno, Bung Tomo, atau ketokohan Jenderal Soedirman? Kisah-kisah keteladanan mereka lebih punya alasan untuk siswa dan siswi diwajibkan membacanya,” kata Ahmad Basarah.

Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu, alasan lain yang membuat surat instruksional itu kontroversial adalah bahwa penulis buku tersebut tokoh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebuah organisasi pengusung ideologi khilafah yang telah dibubarkan oleh Pemerintah dan Pengadilan.

Padahal, lanjut doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) mestinya taat dan patuh pada Undang-Undang ASN No. 5 Tahun 2014 yang memuat kewajiban seorang ASN taat dan patuh pada ideologi Pancasila.

Alasan lain yang membuat surat instruksional itu kontroversial adalah bahwa penulis buku tersebut tokoh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News