Akademisi Ini Masih Persoalkan Putusan MK, Soroti Peran Anwar Usman
jpnn.com - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung Valerianus B. Jehanu, masih mempersoalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang norma batas usia capres-cawapres RI.
"Pengujian norma batas usia capres-cawapres merupakan proses yang tidak beralasan menurut hukum, inkonstitusional bersyarat, dan untuk beberapa aspek tidak dapat diterima," kata Valerianus.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertema 'Quo Vadis Demokrasi dan Hukum Pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi' yang digelar Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung bersama Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, Kamis (16/11).
Dia lantas menyampaikan ada beberapa kejanggalan yang memperkuat dramaturgi peran Ketua MK saat dijabat Anwar Usman dalam 'teater' kekuasaan.
Kejanggalan pertama, adanya perubahan sikap hakim konstitusi dalam waktu singkat pada 3 putusan MK sebelumnya. "Ketua MK (Anwar Usman) tidak terlibat dalam pengambilan keputusan," ucap Valerianus.
Kedua, putusan pluralitas -no majority decision, yakni di antara lima hakim konstitusi yang menerima permohonan, dua di antaranya memiliki alasan yang berbeda/concurring opinion.
"Ketiga, putusan pluralitas - putusan yang terjadi ketika mayoritas hakim menyetujui putusan suatu perkara, tetapi gagal menyepakati satu alasan tunggal yang mendukung putusan tersebut," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).