Akademisi Sebut Regulasi Bahaya Kemasan Makanan Harus Transparan & Tidak Diskriminatif
jpnn.com, JAKARTA - Ada puluhan jenis kemasan yang diizinkan digunakan sebagai kemasan makanan minuman oleh BPOM, termasuk aneka jenis kemasan plastik dan semuanya memiliki resiko karena terbuat dari zat kimia.
Regulator tidak boleh bersikap diskriminatif dengan hanya menyorot potensi bahaya satu jenis kemasan satu jenis kemasan saja seperti Polikarbonat (PC), tanpa melakukan transparansi bahaya untuk jenis kemasan lain seperti kemasan plastik PET yang digunakan untuk galon sekali pakai.
Demikian dikatakan oleh Kepala Center For Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy Pascasarjana Universitas Sahid, Algooth Putranto
“Namun, pada tahu enggak kalau bahan pembuatan galon sekali pakai atau yang PET itu juga mengandung etilen glikol yang kemarin lagi ramai mencemari obat batuk. Masalahnya, BPOM itu tidak pernah mengakui kesalahannya dan melakukan riset terhadap galon PET ini,” ujar Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta ini.
Pada kasus sirup obat batuk, dia bahkan melihat keanehan, di mana perusahaan-perusahaan farmasi yang memproduksi sirup obat batuk itu tidak tahu bahwa barang yang disuplai oleh supplier sudah mendapat tanda tangan dari BPOM bahwa itu tercemar.
"BPOM tidak pernah mengakui kesalahan,” katanya.
Begitu juga dengan isu BPA berbahaya galon guna ulang, dia juga melihat perlakukan serupa di mana tidak ada transparansi dari BPOM terkait masalah ini. Dia mengatakan BPOM pernah menyampaikan hasil risetnya yang mengatakan telah menemukan adanya galon yang telah melewati batas aman di beberapa kota.
"Namun, lagi-lagi BPOM tidak mau menyebutkan galon dari brand apa saja yang ditemukan itu. Ini kan bisa sangat membingungkan masyarakat,” ucapnya.
Secara aspek kimia, dia mengaku tidak tahu sama sekali mengenai zat-zat kimia dalam kemasan pangan ini. Namun, dari ilmu komunikasi, dia mengatakan bahwa ada ketidaktransparanan regulator dalam mempublikasikan hasil risetnya terhadap zat-zat kimia berbahaya yang ada dalam kemasan pangan seperti kasus etilen glikol yang terjadi baru-baru ini.