Akar Konflik Pemilu 2019 versi Peneliti Seven Strategic Studies
Hoaks, Sikap atau Aksi-Aksi Intimidatif Akan Ramai Mewarnai Tahapan Pemilu ke Depan.Ketiga, jangan sampai aksi dan sikap intimidatif berpotensi kuat terjadi di tahapan pemilu ke depan. Artinya harus ada langkah antisipasi yang konkret dari pihak-pihak terkait, baik penyelenggara pemilu seperti halnya pemerintah setempat, kepolisian dan Bawaslu dan jajarannya untuk memetakan aksi intimidasi sel-sel organ yang dapat mempengaruhi masyarakat dalam tahapan kampanye rapat umum maupun psikologis pemilih dalam memilih pada proses pemungutan suara.
Keempat, agar penegakkan hukum dibuka seluas-luasnya. Kanalisasi konflik melalui jalur hukum terhambat, maka potensi konflik aktual di jalur politik akan terbuka. Paling tidak arus gugatan secara hukum langsung ke pengadilan melalui proses hukum akan lebih tinggi, dengan penyelesaian yang bukan mustahil tidak memuaskan secara sosial.
Oleh karena, fragmentasi politik masyarakat yang sudah mengidentifikasikan diri secara emosional dengan kubu capres dan cawapres. Dalam kondisi ini, tensi politik lebih menyengat, dan mudah terpicu menjadi konflik sosial.
Kelima, agar kedua kubu tidak saling terus saling menyalahkan dan diperlukan himbauan dari berbagai kalangan pemerintah, politisi dan tokoh agama agar pemilu berlangsung damai terhindar dari konflik sosial bermuatan kekerasan pemilu yang bermuara dari hoaks dan aksi intimidatif harus menjadi pedoman bagi setiap warga negara yang kritis dalam berdemokrasi.
Walau pun pemilu belum menjamin proporsionalitas, keterwakilan politik maksimal, bahkan belum tentu berkorelasi dengan kemajuan demokrasi, namun memelihara agar tahap kehidupan demokrasi yang sudah dicapai tidak mengalami kemunduran adalah tanggung jawab setiap warga negara.
Legitimasi pemilu demokratik ditentukan oleh imparsialitas, independensi dan akuntabilitas institusi-institusi penyelenggara, kontestan yang bersaing secara jujur, kuantitas dan kualitas partisipasi politik rakyat, serta kebebasan rakyat menentukan pilihan politik yang diproteksi oleh negara, termasuk bebas dari rasa takut dalam memilih di bilik-bilik suara.
“Maka aksi-aksi intimidatif yang berpotensi terjadi di tahapan pemilu ke depan harus menjadi perhatian serius dan perlawanan kaum demokratik,” tegas Girindra.(fri/jpnn)