Akbar Tandjung Geram Istilah Akuisisi Muncul di Dunia Politik
jpnn.com - JAKARTA - Politikus senior partai Golkar Akbar Tandjung mengkritik adanya istilah akuisisi yang biasa digunakan dalam urusan bisnis, belakangan muncul di dunia politik nasional.
Istilah tersebut menurut Wakil Ketua Dewan Kehormaran Golkar itu, tidak cocok dipakai dalam politik.
"Sekarang, partai sudah ada istilah akuisisi atau merger. Partai yang punya finansial bagus bisa akuisisi partai lain, jadi dia bisa ikut pemilu. Itu kan familiar di dunia bisnis," ujar Akbar saat diskusi terbuka tentang RUU Penyelenggaraan Pemilu di Akbar Tandjung Institute (ATI), Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (11/11).
Mantan Ketua Umum Golkar menilai, praktik akuisisi sama saja memperjualbelikan partai politik itu sendiri. "Sistem politik itu memang dimungkinkan karena memang terbuka dan demokratis. Tapi, mana mungkin istilah akuisisi diterapkan ke politik. Sama saja membeli atau menguasai," jelasnya.
Diketahui bahwa istilah akuisisi sebelumnya mencuat setelah Partai Islam, Damai, dan Aman (Idaman) berencana mengakuisisi partai lama yang berbadan hukum setelah dinyatakan tidak lolos oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama bahkan mengklaim telah bertemu Menkumham Yasonna Laoly dan diketahui ada 73 partai yang bisa diakuisisi, sehingga Partai Idaman bisa berbadan hukum.
Mantan Ketua KPU periode 2004-2007, Ramlan Surbakti menilai persaingan antar partai yang tidak lagi mementingkan kadernya, mirip sebuah Event Organizer (EO).
"Partai politik sekarang sudah seperti EO, bukan peserta Pemilu lagi," ujar Ramlan dalam diskusi itu.