Aksi FPI Datangi Sejumlah Mal Dinilai Bentuk Nyata Intimidasi
jpnn.com - JAKARTA - Sosialisasi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait atribut Natal yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) di Surabaya dengan dikawal polisi, dinilai bentuk nyata intimidasi.
Sekaligus, menunjukkan ketundukan institusi Polri pada kelompok masyarakat yang beroperasi dengan cara melawan hukum.
"Seharusnya polisi mencegah dan melarang intimidasi berwajah sosialisasi fatwa. Penyebaran aksi intoleransi pasca aksi 212 adalah dampak dari sikap akomodasionis Polri dan elemen negara lainnya pada kelompok intoleran," ujar Ketua Setara Institute Hendardi, Senin (19/12).
Menurut Hendardi, pembiaran berbagai tindakan intoleransi, hate speech dan lain sebagainya, telah memperkokoh supremasi intoleransi di ruang publik yang semakin destruktif.
Hendardi menyatakan pandangannya, apalagi fatwa MUI tersebut diafirmasi Polri sebagai konsideran surat imbauan Kamtibmas.
"Langkah ini adalah kekeliruan institusi penegak hukum, yang memiliki dampak serius pada melemahnya supremasi hukum di Indonesia," ucap Hendardi.
Atas peristiwa tersebut, aktivitas kemanusiaan ini menilai, masalah ini bukan hanya harus dijawab Polri. Tapi juga Presiden Jokowi, yang hingga saat ini masih mengutamakan orientasi koeksistensi sosial politik dan keamanan, meskipun kemajemukan bangsa dan prinsip negara hukum Indonesia yang dipertaruhkan.
"Ketika institusi hukum justru tidak berdiri tegak berdasarkan hukum dan konstitusi, maka sesungguhnya prinsip negara hukum yang kita anut sedang dilumpuhkan oleh paham supremasi keagamaan yang sempit dengan tafsir dan klaim kebenaran yang tunggal," ucap Hendardi.