Aktivis 98: Rapor Pemberantasan KKN dan Penegakan Hukum Nyaris Tidak Lulus
“Sejak tahun 2014-2019, Freedom House menyebutkan Indonesia kembali menjadi negara partly free. Nilainya terus menurun sejak 2017. Perhatian utamanya adalah kebebasan sipil,” kata Herzaky.
Dia mengingatkan bahwa masyarakat sipil memiliki tanggung jawab besar untuk mengawal amanat reformasi. Oleh karena itu, diperlukan keberanian untuk tetap kritis di tengah maraknya pembungkaman.
“Boleh berbeda platform gerakan, tetapi harus bersatu untuk Indonesia yang lebih baik,” tukasnya. Lebih lanjut, Herzaky mengimbau mahasiswa mesti mengingat, tugas mereka bukan hanya di bidang pendidikan, melainkan juga di penelitian dan pengabdian masyarakat seperti yang tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dari enam tuntutan reformasi lainnya, Herzaky kemudian menilai setidaknya ada dua hal yang telah berhasil dilaksanakan yakni amendemen konstitusi dan pencabutan dwifungsi ABRI. Gerakan reformasi dan perjuangan aktivis yang berada di parlemen melahirkan pilpres langsung.
”Itu harus kita jaga. Jangan sampai tergoda yang ingin mengembalikan pilpres melalui MPR. Nilainya A+,” imbuh dia.
Sementara itu, Aktivis 98 sekaligus aktivis Keluarga Besar UI (KB UI) Ikravany Hilman berpendapat masih ada ruang membangun bangsa yang terus-menerus. Ia juga membaut perbandingan mahasiswa angkatan 98 dengan mahasiswa saat ini. Aktivis 98 tersebut mengungkap bahwa situasi mahasiswa saat itu dan saat ini sebenarnya hampir sama.
”Tantangan mahasiswa 80-90-an dengan hari ini sama saja. Mungkin karena nature kelas menengah masuk kampus seperti itu. Zaman dulu ada ada juga tarik-menarik orang yang nonton JGTC dan turun aksi,” ungkapnya.
Ikra melanjutkan, pada era 98 hampir semua mahasiswa yang tergerak karena hasil sebuah proses. ”Jadi, tidak perlu juga mahasiswa hari ini harus terobsesi untuk bergerak bersama. Jika bersama jadi satu persyaratan, nanti tidak bergerak-bergerak,” kata dia.