Alkisah Tjilik Riwut
Wartawan
Tjilik Riwut sebetulnya wartawan. Tak ayal jika dia terus menulis catatan harian. Bahkan saat perang masih berkecamuk, buku pertamanya terbit. Berjudul Makanan Dayak (1948).
Pada zaman Hindia Belanda, dia koresponden harian Pembangunan, pimpinan Sanusi Pane dan koresponden harian Pemandangan pimpinan M. Tabrani--satu di antara lakon utama Sumpah Pemuda 1928.
Dan pernah menjabat pemimpin redaksi majalah Suara Pakat sejak 1940.
Karir jurnalistiknya berhenti begitu Jepang datang pada 1942. Belanda angkat kaki.
Lazimnya Soekarno, Hatta dan tokoh lainnya, Tjilik Riwut direkrut Jepang. Dia jadi intelijen militer. Tugasnya mengumpulkan data-data tentang keadaan Kalimantan. Dengan akses ini dia membangun jaringan komunikasi dengan beragam suku di Kalimantan.
Jaringan inilah yang kemudian dimanfaatkannya memperjuangan kemerdekaan Indonesia, ditandai sumpah setia di Gedung Agung Yogyakarta, 17 Desember 1946--sebagaimana dituliskan di awal kisah ini.
Nah, pernah dengar Bung Karno punya rencana memindahkan ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Palangkaraya? Aneh bila tak menyebut nama Tjilik Riwut dalam rencana itu. Bagaimana kisahnya? --bersambung (wow/jpnn)