Amin Ak Minta Pemerintah Serius Kembangkan Industri Agro
Sejumlah negara produsen pangan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negerinya.
Hasil kajian Oxford Economics di Asia Tenggara mengungkapkan meskipun sektor pangan berbasis pertanian (agri-food) menyumbang lebih dari sepertiga total produk domestik bruto, di saat yang sama sektor tersebut paling rentan terhadap gangguan.
Matriks dari laporan Economic Recovery menempatkan Indonesia dengan risiko pemulihan tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
“Penguatan industri agro bukan saja memastikan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, namun memberi Indonesia peluang meraup devisa lewat peningkatan ekspor,” ujar Wakil Rakyat dari Dapil Jatim IV itu.
Sayangnya, kata Amin, pemerintah cenderung memilih jalan pintas dengan memilih kebijakan impor untuk mengamankan pasokan maupun mengendalikan harga pangan ketimbang memperkuat industri agro di dalam negeri.
Tahun 2021 ini, pemerintah merencanakan importasi garam sebanyak 3,07 ton, impor kedelai 2,6 juta ton, dan impor jagung sekitar 1 juta ton. Kemudian impor 1 ton beras yang setelah diprotes publik diralat tidak akan ada impor hingga Juni 2021. Belum lagi impor daging dan bawang putih yang jumlahnya mencapai ratusan ribu ton.
Selanjutnya impor gula (raw sugar) tahun lalu melonjak menjadi 5,54 juta ton dari tahun sebelumnya sebanyak 4,09 juta ton. Padahal tidak ada tanda-tanda lonjakan konsumsi gula rumah tangga, bahkan industri Mamin yang merupakan pengguna gula terbanyak, pertumbuhannya malah anjlok dari 7,8% pada 2019 menjadi 1,6% pada 2020.
“Mengapa pemerintah tidak kunjung membenahi industri gula mulai dari hulu (perkebunan rakyat) hingga hilir (restrukturisasi pabrik gula) untuk mengurangi ketergantungan impor? Di negara seliberal Amerika saja, pemerintah lebih memilih melindungi petani dan industri dalam negerinya,” kata Amin.