Anak-anak Muda di Indonesia Mengalami 'Eco-anxiety' Akibat Kerusakan Lingkungan
Di tengah meningkatnya sampah kemasan plastik akibat 'delivery' dan 'takeaway' saat pandemi COVID-19, Tenia pun membentuk koalisi Pawai Bebas Plastik bersama organisasi pejuang lingkungan lainnya.
"Kita sadar kalau kampanye saja tidak cukup, jadi kita mengajak pelaku e-commerce, datang ke kantornya, membuat webminar dan menawarkan pilihan alternatif kemasan yang sebenarnya bisa lebih murah," ujar perempuan yang pernah masuk daftar Forbes' 30 under 30 Social Entrepreneur tersebut.
Menjadi pejuang lingkungan bersama anak muda lainnya, Tenia mengatakan sering mendapat 'japri' di sosial media soal "eco-anxiety".
"Mereka khawatir apa yang bisa mereka lakukan, atau apa yang dilakukan sudah progesif atau tidak," ujar Tenia, yang juga pernah bertemu Barack Obama, mantan presiden Amerika Serikat.
"Mereka bahkan sempat berpikir harus melanjutkan atau menyerah saja?"
'Eco-anxiety', kecemasan akibat perubahan iklim
Istilah "eco-anxiety" adalah benar-benar terjadi dan semakin banyak dirasakan terutama di kalangan anak muda, menurut Carol Ride, seorang psikologi di Australia yang juga pendiri 'Psychology for a Safe Climate'.
"[Eco-anxiety] adalah sebuah sumber dari stres diakibatkan dari menyaksikan dampak perubahan iklim secara perlahan dan dampaknya tidak bisa dihindari, dengan rasa kekhawatiran soal masa depan untuk diri sendiri, anak-anak dan generasi selanjutnya," ujar Carol.
Menurutnya sangatlah penting untuk menjaga kesehatan mental dengan membicarakan perasaan yang khawatir atau kecemasan yang ada kaitannya dengan perubahan iklim kepada orang lain.