Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Analisis Pak SBY soal Kerusuhan di AS setelah George Floyd Tewas Dipiting Polisi

Rabu, 03 Juni 2020 – 20:24 WIB
Analisis Pak SBY soal Kerusuhan di AS setelah George Floyd Tewas Dipiting Polisi - JPNN.COM
Susilo Bambang Yudhoyono. Foto: Ricardo/JPNN.com

Skenario kedua, unjuk rasa makin meluas. Gabungan unsur polisi, National Guard dan elemen tentara federal (misalnya polisi militer) tak mampu menghentikan atau meredakannya. Para Gubernur dan Walikota dengan “resources” yang ada tak juga bisa mengatasi keadaan. Pemerintah Federal “terpaksa” melakukan negosiasi dengan elemen perlawanan masyarakat dengan pemberian konsesi tertentu. 

Saya membayangkan negosiasinya tentu tak mudah. Konsesi (deal) apa yang bisa dicapai juga tak semudah yang dibayangkan. Apalagi sulit diyakini bahwa Trump punya pikiran dan bersedia untuk melakukan kompromi dengan mereka yang menuntut keadilan itu.

Skenario ketiga, adalah kelanjutan dari skenario kedua. Ini terjadi jika situasi politik, sosial dan keamanan makin memburuk. Aksi-aksi kekerasan dan sekaligus perusakan makin meningkat intensitasnya. Presiden Trump dengan alasan untuk mencegah terganggunya keamanan nasional dan demi kepentingan umum akhirnya melakukan tindakan yang “tegas dan keras”. 

Dalam skenario ketiga ini pemulihan ketertiban dan keamanan (law and order) diambil alih oleh pemerintah pusat. Presiden selaku “Commander-in-Chief” mengerahkan tentara federal (US Military Forces) untuk menanganinya. Sebenarnya dalam sejarah Amerika hal begini tidak lazim, namun tidak berarti tidak akan terjadi. Dua hari ini saya menyimak apa yang disampaikan oleh Presiden Trump bahwa setelah dia menilai para gubernur dan wali kota umumnya lembek, akan dikerahkan kekuatan militer Amerika untuk mengatasi aksi-aksi protes yang dibarengi kerusuhan dan penjarahan ini.

Di samping 3 skenario itu tentu masih ada yang lain. Negara mana pun, selalu memiliki rencana kontijensi. Jika situasi berubah total dan rencana operasi yang telah disiapkan gagal mencapai tujuan, dengan cepat akan disiapkan penggantinya. Hal ini menjadi domain dari institusi yang tugas pokoknya berkaitan dengan dunia pertahanan, keamanan dalam negeri (internal security) dan keamanan publik.

Kembali kepada ketiga skenario yang mungkin terjadi di Amerika itu, saya hanya akan menyoroti skenario ketiga. Mengapa secara khusus saya soroti, karena ini membawa risiko dan konsekuensi yang tidak kecil. Baik secara politik, hukum, sosial maupun keamanan, juga berdampak pada citra Amerika Serikat di dunia.

Sebagai sahabat Amerika, saya sungguh tidak berharap skenario ketiga ini yang terjadi atau opsi untuk menggunakan kekuatan militer (US Army) ini yang akan ditempuh. Kecuali kalau situasinya memang sangat gawat dan keamanan nasional negara itu benar-benar terancam.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah memang ada keinginan dan rencana Presiden Trump untuk megerahkan kekuatan militer itu? Jawabannya “ada”. Secara eksplisit Trump mengatakan itu. Dia juga mengatakan bahwa pengerahan dan penggunaan militer akan mengatasi masalah secara cepat. Barangkali Trump kecewa karena para Gubernur dan Wali kota dinilai gagal untuk menguasai (Trump menggunakan istilah “dominate”) jalan-jalan di mana unjuk rasa terjadi, baik yang damai (peaceful) maupun yang tidak. Oleh karenanya, tentara harus dikerahkan untuk menjalankan misi itu.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyodorkan analisisnya tentang kerusuhan di AS pascakematian warga Afro-Amerika George Floyd akibat kekerasan oleh polisi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close