Ancam Hentikan Pembahasan RUU Pemilu Dinilai Penghinaan pada DPR
jpnn.com, JAKARTA - Sikap pemerintah yang terkesan mengancam mundur dari pembahasan RUU Pemilu dinilai merupakan penghinaan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Apalagi 'ancaman' disuarakan ketika sejumlah fraksi DPR yang berada di Pansus RUU Pemilu, terkesan menolak usulan pemerintah yang didukung PDIP, Golkar dan NasDem.
Yaitu untuk memberlakukan syarat ambang batas pencalonan presiden 20 persen perolehan kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara hasil pemilu nasional.
"Ini bisa disebut penghinaan terhadap DPR dan rakyat yang diwakili, karena pemerintah telah melakukan pemaksaan kehendak tanpa menghiraukan pendapat orang lain," ujar Sekretaris Jenderal Serikat Kerakyatan Indonesia (Sakti) Girindra Sandino, di Jakarta, Jumat (16/6).
Selain itu, Girindra juga menilai pernyataan pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, juga dapat disebut sebagai pernyataan yang otoriter. Karena memaksakan keinginan pemerintah.
"Sikap yang memaksakan harus seragam dengan keinginan pemerintah, sama saja dengan pemerkosaan terhadap demokrasi," ucapnya.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan harapannya agar syarat PT 20-25 persen disetujui oleh Pansus RUU Pemilu.
Jika tidak juga ada kesepakatan, mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini mengusulkan agar voting sebaiknya dilakukan pada rapat paripurna DPR, buka di Pansus.