Ancaman TBC Melonjak, Pencegahan dan Pengobatan Harus Jadi Fokus
jpnn.com, JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melansir Tuberkulosis (TBC) kini menjadi penyakit menular paling mematikan di dunia. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat lonjakan signifikan kasus TBC pada 2023, mencapai 1.060.000 kasus.
Individu dengan sistem imun rendah, anak-anak di bawah 5 tahun, atau penderita penyakit tertentu seperti HIV, diabetes tak terkendali, serta perokok aktif memiliki risiko tinggi terkena TBC aktif.
“Pencegahan menjadi kunci penting, terutama bagi mereka yang telah terinfeksi TB laten, agar tidak berkembang menjadi TBC aktif,” ujar Dokter Spesialis Paru RSPI Bintaro, Dr. dr. Raden Rara Diah Handayani, Sp.P(K), Selasa (19/11).
Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan 30-50 persen orang yang kontak serumah dengan pasien TBC telah mengalami infeksi TBC laten dan diprediksi 10-15 persen akan menjadi sakit TBC atau TB aktif.
Terutama bila mereka mengalami penurunan imun seperti yang terjadi pada penderita HIV yang tidak diobati, DM dengan gula darah tidak terkendali, gizi buruk, dan perokok serta pengguna alkohol,
WHO merekomendasikan terapi pencegahan TB (TPT) untuk kontak serumah dengan pasien TBC aktif. Terapi ini melibatkan penggunaan obat seperti rifampentin dan isoniazid dengan berbagai durasi, mulai dari tiga hingga enam bulan.
Selain itu, vaksinasi, peningkatan gizi, olahraga rutin, dan pengelolaan penyakit komorbid seperti diabetes dan HIV juga menjadi langkah krusial.
“Selain pencegahan dengan TPT dan vaksinasi, hal yang menjadi penting adalah menjaga kesehatan secara aktif dengan memenuhi kebutuhan gizi yang baik, menghentikan kebiasaan merokok, istirahat cukup serta mengontrol penyakit komorbid terutama DM dan HIV dengan pengobatan yang adekuat, serta olahraga rutin,” ujarnya.