Aneh, Jaksa Membawa Restrukturisasi Kredit yang Masih Berjalan ke Ranah Pidana Korupsi
jpnn.com, JAKARTA - Kasus kredit macet di Bank ternyata bisa menyeret seseorang masuk penjara. Hal ini pula yang dialami Direktur Utama PT Jazmina Asri Kreasi (JAK) Jasmina Julie Fatima bersama Komisaris PT JAK Max Julisar Indra, Staf Keuangan PT JAK Sunarya, Staf Administrasi PT JAK Annastasia Rany Nur, dan Relationship Manager BRI Cabang Tanah Abang Shinta Dewi Kusumawardhany.
Jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menuntut mereka secara pidana korupsi dengan tuduhan melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit Briguna oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Tanah Abang kepada para karyawan PT JAK.
Tak tanggung-tanggung, Jaksa menuntut Jasmina dengan pidana 16 tahun penjara ditambah Subsider 8 tahun penjara, jadi total 24 tahun.
Menanggapi hal itu, salah satu penasihat hukum terdakwa Jasmina Julie Fatima, Petrus Selestinus mengaku heran kasus kredit macet yang sedang diselesaikan dengan rekstrukturisasi, tiba-tiba Jaksa menggunakan kaca mata kuda ditarik ke ranah pidana korupsi, dan dituduh korupsi pula.
“Jadi begini, sebetulnya ini kan masalah kredit macet yang sudah direkstrukturisasi. Artinya Pihak BRI dan PT JAK sudah terikat secara hukum dan sudah memenuhi asas dalam UU Perbankan, tetapi jaksa tiba-tiba menarik ke pidana,” ujar Petrus Selestinus di PN Jakarta Pusat setelah sidang pleidoi kliennya Jasmina Julie Fatima dkk, Selasa (21/11/2021).
Menurut Petrus, Jaksa telah keliru menilai seolah-olah bank BRI adalah bank 100 persen milik negara dan dianggap merugikan Negara.
“Ini perspektif Jaksa yang keliru bahkan melanggar hukum. Kan aneh dan lucu,” ujar Petrus yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini.
Padahal, kata Petrus, dalam Undang-Undang BUMN sudah sangat jelas bahwa BRI tunduk pada UU PT, meski BRI adalah bank Pemerintah yang sebagian sahamnya milik pemerintah dan sebagian lagi milik masyarakat.