Anggaran Dipangkas, Laju Ekonomi Masih Bisa di Batas Atas
jpnn.com - BANDUNG - Bank Indonesia (BI) memproyeksi rencana pemotongan anggaran sebesar Rp 100 triliun untuk beberapa kementerian tidak menganggu target pertumbuhan ekonomi. Otoritas moneter tersebut memprediksi laju produk domestik bruto (PDB) masih pada kisaran 5,1-5,5 persen pada akhir tahun.
Asisten Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Muslimin Anwar mengatakan, revisi target pertumbuhan ekonomi tersebut sudah memasukkan efek dari pengurangan konsumsi pemerintah. "Kami maunya pertumbuhan ekonomi bisa upper (di atas) 5,3 ke 5,5 persen. Namun melihat data kuartal pertama dan kebijakan itu (pemotongan anggaran), masih ke tengah (proyeksi pertumbuhan ekonomi)," ujarnya dalam acara pelatihan wartawan bertema Menuju Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas dan Berkelanjutan, akhir pekan lalu (24/5).
Sebagaimana diketahui, kebijakan pemangkasan tersebut dinilai akan bermanfaat untuk menjaga defisit anggaran dalam kisaran 2,5 persen terhadap PDB. Penghematan dan pemotongan anggaran terutama dilakukan terhadap belanja honorarium, perjalanan dinas, biaya rapat atau konsinyering, iklan, pembangunan gedung kantor, pengadaan kendaraan operasional, belanja bantuan sosial, sisa dana lelang atau swakelola, serta anggaran kegiatan yang belum terikat kontrak.
Karena itu, menurut Muslimin, agar pertumbuhan merata, maka pemerintah harus mendorong absorpsi alias penyerapan anggaran yang dialokasikan secara tepat waktu. “Absorpsi dan besaran tidak di akhir tahun saja. Kalau di akhir saja, tidak berdampak multiplayer," jelasnya.
Di samping itu, Muslimin juga menjelaskan bahwa kinerja perekonomian tanah air pada kuartal kedua diprediksi juga masih terkontraksi. Khususnya dipicu oleh harga komoditas yang merosot, misalnya untuk tembaga. Belum lagi, kebijakan pemerintah untuk melarang ekspor mineral tambang juga masih akan berdampak secara temporer pada pelemahan ekspor.
"Maka reformasi struktural mulai tahun depan harus segera dilaksanakan. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan ekspor barang mentah," paparnya.
Reformasi struktural tersebut, ungkap Muslimin, salah satunya melalui upgrading atau peningkatan industri manufaktur di tanah air. "Semuanya akan diproduksi di dalam negeri. Karena kami ingin menciptakan substitusi impor. Lembaga-lembaga penelitian telah kami minta untuk mendorong teknologi menengahnya," paparnya.(gal)