Antisipasi FTF dan Hate Speech, Dorong Segera Buat Instrumen Hukum
Seruan itu diungkapkan setelah kota Mosul kembali direbut pasukan Irak. Kondisi tentu harus diwaspadai, karena faktanya cukup banyak WNI yang telah pergi ke Irak dan Suriah, dan juga simpatisan mereka di dalam negeri.
Ia menjelaskan, sebenarnya fenomena FTF ini bukan baru di Indonesia. Sebelumnya, banyak WNI pergi ke AFganistan 1986-1992 untuk membantu Afganistan berjuang melawan Uni Soviet.
Ada 10 angkatan WNI yang dikirim Abdullah Sungkar, diantaranya Imam Hambali, Ali Gufron, Imam Samudera, Muklas, Umar Patek, Abdurrahman Ayyub, dan lain-lain.
Saat ini, banyak WNI yang terlibat perang di Irak dan Suriah untuk bergabung dengan ISIS dan Jabat Al Nusra. Dari data yang ada, sekitar 700 WNI berangkat ke Suriah dan Irak. Jumlah ini memang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan Eropa Barat(5000 orang), Rusia (4700 orang), Balkan (875 orang), dan Timur Tengah (8240 orang).
“Meski jumlah tidak banyak, tapi banyaknya WNI yang bergabung ke ISIS tetap sebuah ancaman. Kita punya pengalaman buruk dengan mereka yang pernah bergabung di Afagnistan,” tegas mantan Kapolres Temanggung dan Klaten ini.
Persoalan FTF, kata Irjen Arief Dharmawan harus segera dicarikan jalan keluarnya, karena bahaya terorisme selalu mengintai. Kondisi tersebut juga telah menjadi persoalan yang mengglobal, maka diperlukan sinergi antar negara dan antar institusi tanpa harus terjadi saling intervensi antara satu dengan lainnya.
Selain FTF, Irjen Arief Dharmawan mengungkapkan masih ada bahaya lebih besar lagi yaitu ujaran kebencian. Menurutnya, ujarna kebencian terkait terorisme kini beredar luar biasa di media sosial yang isinya menjelekkan, menebar kebencian, dan mengajak orang untuk melanggar hukum.
Hal ini harus disikapi secara tegas, karena banyak aksi terorisme yang diawali dari perkenalan pelaku di dunia maya. (jos/jpnn)